Senin, 18 Juli 2011

Sejumlah Tokoh Kritisi Rancangan Undang Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

JAKARTA - Sejumlah tokoh, seperti Sri Edi Swasono, mantan Menkes Siti Fadilla Supari, Ketua Apindo Sofjan Wanandi, dan Ketum AAJSI Hotbonar Sinaga mengkritisi RUU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang saat ini sedang dibahas di Pansus DPR RI.
Hotbonar dalam diskusi "Menolak Intervensi Neolib dalam RUU BPJS" di Jakarta, Selasa, mensinyalir ada indikasi campur tangan asing dalam menentukan sistem jaminan sosial nasional dan RUU BPJS.
 
Dia menjelaskan dirinya kenal dengan Mitchell Wiener yang menjadi konsultan ADB dan menyusun "white paper" yang kemudian ditengarai menjadi acuan pemerintah, khususnya Kemenkeu, dalam pembahasan RUU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
"Saya tidak anti asing dan tidak anti konsultan asing, karena saya pun pernah menjadi konsultan ADB," kata Hotbonar. Karena itu, dia merasa selayaknya usulan dari Wiener dijadikan sekadar pembanding, bukan acuan. Diingatkannya, Wiener tidak memiliki pengalaman empiris atau tidak pernah menangani urusan jaminan sosial, termasuk jaminan layanan kesehatan. "Dia ahli bidang dana pensiun dan itu diakuinya dalam white paper itu," kata Hotbonar.
 
Jejak usulan Wiener, kata Hotbonar, bisa dilihat pada pembagian program jaminan sosial berdasarkan masa pelaksanaan, yakni jangka panjang dan jangka pendek.BPJS pertama melaksanakan program jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, dan jaminan kematian (jangka pendek). BPJS kedua untuk program jaminan pensiun dan jaminan hari tua (jangka panjang). Konsep itu, kata Hotbonar, sudah lama ditinggalkan, karena pembedaan biasanya dilakukan pada program bukan pada jangka pelaksanaan.
 
Indonesia saat ini menganut segmentasi peserta, yakni PNS, TNI/Polri dan pegawai swasta. PNS dilayani oleh PT Taspen dan PT Askes; TNI dan polri dilayani oleh PT Asabri, sedangkan pegawai swasta dilayani oleh PT Jamsostek. Hotbonar melihat ada indikasi untuk memilah-milah perlindungan dasar bagi pekerja yang menjadi kewajiban pemberi kerja, sementara untuk pekerja kalangan atas menjadi domain perusahaan asuransi swasta.
Sementara itu, prinsip dari jaminan sosial adalah subsidi silang dimana yang muda menyubsidi yang tua, yang sehat menyubsidi yang sakit.
Menurut dia, jika semua strata premiun dari golongan pekerja menjadi peserta asuransi swasta maka skenario untuk memilih kepesertaan jaminan sosial berhasil karena saat ini sekitar 70 persen pangsa asuransi dikuasai asing.
Dia juga mencatat usulan dari white paper yang menginginkan agar dana investasi dari jaminan sosial yang saat ini sekitar Rp 190 triliun dan lima tahun ke depan akan menjadi Rp 500 triliun agar dikelola oleh 'fund manager' swasta. "Alasannya, jika dikelola secara mandiri, tidak maksimal. Sementara itu, PT Jamsostek sudah membuktikan mampu memberi manfaat dua kali lipat dibandingkan dana deposito," kata Hotbonar.[ Leo-bmb]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar