Minggu, 12 Juni 2011

Walikota Tangsel Airin Dukung Seni dan Budaya Lenong Betawi "Sinar Harapan" Mendapat Tempat Dihati Mayarakat

Tangerang - Pentolan 'Lenong Rumpi' Harry De Fretes merasa prihatin terhadap kesenian Lenong yang semakin terpinggirkan. Harry berharap agar anak muda Indonesia mau lebih peduli dengan kebudayaannya.

Semenjak 2 tahun terakhir ini perkembangan seni Lenong Betawi, sekaligus seni tradisi yang digeluti anak muda Jakarta dan sekitarnya sudah sangat jauh berkurang. Apa pasal, pergaulan anak muda zaman sekarang sudah masuk ke dalam ambang pergaulan modern yang berkiblat ke barat.

Nah, apa kiat dalam menghadapi persoalan ini. Tak pantang menyerah, itulah cara dan upaya kerja keras yang dilakukan pimpinan Lenong Betawi "Sinar Harapan" Iwan Nawi dari Tangerang, provinsi Banten. Tak mau budayanya semakin terkikis, ia bersama krunya getol mensosialisasikan budaya Betawi warisan dari nenek moyangnya ini melalui pertunjukan dari panggung ke panggung.

Sementara itu, Lenong Betawi turunan dari sang babe begitu kental melekat didarah seorang sosok Abdul Ghani alias bang Gondrong. Sehinnga dengan cara apapun dirinya bertekad mempertahankan, sekaligus melestarikan seni budaya kebanggaan orang Betawi ini. Sebab jika tak dipertahankan, warga Betawi akan kehilangan identitasnya.   

Melalui berbagai pergelaran seni Lenong, Ghani optimis baik Walikota Tangerang Selatan (Tangsel), Airin Rachmi Diany maupun Gubernur Banten Hj. Ratu Atut Chosiyah akan mendukungnya. Karena menurut bang Gondrong, seni budaya Lenong merupakan aset bangsa yang harus dilestarikan eksitensinya.

Upaya Ghani melalui pencitraan kegiatan yang positif melalui potensi seni dan budaya, sehingga image Pendekar Banten tidak terkesan gahar. Hingga akhirnya mendapat tempat dimata masyarakat. Hal ini mendapat dukungan dari pentolan ketua I Pendekar Banten Tangsel Abdul Rohman.

Walikota dan Wakil Walikota Airin-Benyamin dinilai peduli terhadap persoalan budaya di Kota Tangerang Selatan (Tangsel). Beny, pelestari gambang beraliran modern mengatakan, Airin-Benyamin adalah figur yang kerap berbaur dan memberi motivasi kepada para pelaku seni agar terus berupaya melestarikan kebudayaan lokal.

Hal ini, menurut Airin, sangat penting karena budaya lokal seperti budaya betawi, kini mulai tergerus arus modernisasi dan globalisasi. Karanya, motivasi dan daya dorong pada para pelaku seni untuk terus memacu kreatifitas agar bersaing dengan budaya lain sangat dibutuhkan. Pemerintahan setempat selalu memberikan motivasi agar budaya Betawi di Tangsel ini tetap lestari, tegasnya. [bambang/erick]

Dirut PT Jamsostek (Persero) Hotbonar Sinaga: Ingatkan Program Jaminan Sosial Perlu Ditata Dengan Kehati - hatian

JAKARTA - Sejak diundangkannya regulasi Sistem Jaminan Sosial Nasional pada tahun 2004 yakni  Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004, hingga kini belum jelas siapa yang menjadi badan penyelenggara , padahal ,pelaksanaan sistem jaminan sosial secara nasional sudah ditunggu-tunggu masyarakat.
Dirut PT Jamsostek (Persero) Hotbonar Sinaga mengingatkan, Indonesia harus berhati-hati dalam menata program jaminan sosial agar tidak menimbulkan kerugian bagi pekerja, masyarakat, dan pemerintah sebagai penanggung jawab pemenuhan kesejahteraan masyarakat. "Tidak ada satu model jaminan sosial yang cocok untuk diimplementasikan pada semua skema penyelenggaraan jaminan sosial," ujar Hotbonar Sinaga di Jakarta.menurutnya , perkembangan jaminan sosial suatu negara hendaknya disesuaikan dengan perkembangan sejarah program tersebut dan jika diperlukan penataan maka hendaknya mempertimbangkan baik buruk dan manfaatnya bagi semua pihak.
H.Hotbonar mencontohkan, Singapura sejak awal membentuk satu badan bernama The Central Provident Fund (CPF) untuk pelaksanaan jaminan sosial bagi rakyatnya, baik untuk pegawai pemerintah, swasta, maupun masyarakat yang tidak bekerja. CPF melaksanakan semua program jaminan sosial, seperti jaminan kematian, jaminan hari tua, jaminan kecelakaan kerja, jaminan pelayanan kesehatan dan jaminan pensiun.
Tiga negara ASEAN lainnya, seperti Malaysia, Filipina dan Thailand sejak awal memisahkan lembaga penyelenggara sesuai dengan program yang dilaksanakan. Kondisi ini sama dengan di Indonesia, di mana terdapat empat badan penyelenggara (BPJS), yakni PT Jamsostek, PT Taspen, PT Askes dan PT Asabri.
PT Jamsostek adalah penyelenggaran jaminan sosial bagi pekerja swasta, PT Taspen dan PT Askes untuk jaminan pensiun dana jaminan kesehatan pegawai negeri sipil, sedangkan PT Asabri untuk jaminan sosial untuk aparat TNI.
Terkait dengan wacana yang berkembang atas pembahasan SJSN di DPR, Hotbonar menilai pemerintah hendaknya menyesuaikan skemanya dengan konteks sosial, budaya, ekonomi dan politik yang ada.
Skema yang sering dikembangkan di suatu negara berkembang, kata Hotbonar, adalah mekanisme asuransi sosial dan bantuan sosial untuk memastikan tidak ada satu pendudukpun yang jatuh ke dalam jurang kemiskinan. "Umumnya, kedua mekanisme tersebut dilakukan secara terpisah," kata Hotbonar. Untuk itu ia berharap bahwa program jaminan sosial merupakan salah satu kebijakan investasi sosial yang memberikan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi yang lebih berpihak pada masyarakat miskin dan berdampak langsung pada pengentasan kemiskinan.
Untuk itu diperlukan perencanaan yang sangat hati-hati dalam mendisain produk dan manfaat perlindungan, khususnya untuk program-program jangka panjang yang memiliki konsekwensi pendanaan dan kewajiban jangka panjang , dengan sistimyang fleksibel serta pengaturan yang adil dan tidak saling tumpang tindih .[Leo-bmb]

Kamis, 09 Juni 2011

Perkuat Ekonomi Nasional, Pekerja Sektor Ekonomi Informal Perluas Kepesertaan Jamsostek

JAKARTA – Dengan penyelenggaraan yang makin maju, program Jamsostek tidak hanya bermanfaat kepada pekerja dan pengusaha tetapi juga berperan aktif dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian bagi kesejahteraan masyarakat dan perkembangan masa depan bangsa.
Perluasan kepesertaan Jamsostek kepada pekerja sektor ekonomi informal kini mendapat sambutan positif dari pemerintah , karena dengan adanya program perluasan keanggotaan kepada pekerja informal , diharapkan dapat meningkatkan ekonomi Nasional maupun lokal.
Sejak diluncurkan mulai 2008, kepesertaan tenaga kerja di Luar Hubungan Kerja (LHK) PT Jamsostek Cabang Balikpapan misalnya saat ini telah mencapai  3.500 orang
Kepesertaan itu mencakup wilayah Balikpapan,PPU dan Tanah Grogot yang merupakan wilayah kerja dari Jamsostek Cabang Balikpapan.
Kepala Cabang PT Jamsostek Balikpapan Prabowo Sakti mengatakan, LHK ditujukan untuk merangkul pekerja sektor informal seperti nelayan, buruh, pengusaha kecil dan pekerjaan lain diluar hubungan perusahaan.
Prabowo menambahkan, tahun ini pihaknya menargetkan penambahan seribu peserta atau mencapai 4000 peserta di akhir tahun. adapun syarat kepesertaan LHK adalah mereka harus menanggung dan membayar sendiri untuk masing-masing jaminan dari empat kategori jaminan yang ditawarkan, yaitu jaminan hari tua, jaminan kesehatan, jaminan kematian dan jaminan kecelakaan kerja
            PT Jamsostek memperluas cakupan pelayanan dan skema jaminan sosial kepada pekerja sektor informal (luar hubungan kerja/LHK). Menurut Dirut Jamsostek Hotbonar Sinaga, potensi peserta dari pekerja informal mencapai 67,86 juta orang, tetapi baru 223.000 pekerja informal yang menjadi peserta. Padahal, potensi kepesertaan dari pekerja Informal jauh lebih besar dibandingkan dengan pekerja formal yang hanya 30 juta orang. namun, H.Hotbonar mengakui terdapat sejumlah kendala yang membuat kepesertaan Jamsostek dari pekerja informal masih minim. Kemajuan atau tambahan peserta dari pekerja informal terlihat tidak merata di seluruh kantor cabang Jamsostek. Bahkan, pertumbuhannya tergolong lamban ,namun peningkatannya tetap mengarah kepada perkembangan yang positif .[ Leo-bmb ]

Pemerintah dan DPR Sepakati Tujuh Poin Pokok Dalam Pembahasan RUU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial



JAKARTA - Pembahasan Rancangan Undang Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( RUU-BPJS ) akhirnya mendapat titik terang setelah adanya kesepakatan antara DPR dan Pemerintah akan poin point pokok yang dimasukkan dalam rancangan undang undang tersebut , disepakati ada tujuh hal krusial Tujuh hal krusial yang disepakati yakni  definisi tentang BPJS, jumlah BPJS, badan hukum BPJS, organ/struktur BPJS, masa peralihan dan implikasinya, kepesertaan dan iuran,serta sanksi.
 
Ketujuh poin tersebut akan dilakukan pembahasannya dalam rapat berikutnya , Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Mulia P Nasution menjelaskan, ada tiga fase yang mesti dilalui.Fase pertama, BPJS yang mengurusi masalah kesehatan atau disebut juga BPJS 1. Fase kedua, BPJS yang mengurus soal kematian dan kecelakaan kerja. Setelah fase pertama dan kedua selesai, pemerintah akan menjalankan fase ketiga,yakni BPJSjangkapanjangatauBPJS 2 yang mengatasi masalah pensiun dan hari tua.
 
Ini agak berat karena menyangkut masalah dana, jelas Mulia. Dia mengungkapkan, dalam proses transformasi BPJS akan terjadi pengalihan aset pada PT Askes, PT Taspen, PT Jamsostek,dan PT Asabri.Berdasarkan UU No 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN),keempat BUMN itu mesti menyesuaikan diri paling lambat lima tahun.

            Ketua Panja RUU BPJS Ferdiansyah menyatakan, pemerintah belum secara komprehensif menjelaskan transformasi BPJS. Politikus Partai Golkar ini menilai penjelasan pemerintah masih mengambang atau belum tegas. Pembahasan tersebut harus dipertegas. Anggota Panja RUU BPJS dari Fraksi PDIP DPR Rieke Diah Pitaloka mengatakan, ada 263 daftar inventarisasi masalah (DIM) yang terdiri atas pasal-pasal dan ayat-ayat dalam RUU BPJS. [ leo-bmb ]

Pemerintah Akan Tindak Tegas Perusahaan Yang Tak Laksanakan Program K3


JAKARTA - Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar , dalam penerapan peraturan K3 , telah melakukan kebijakan tegas dan sosialisasi yang sistematis  “ Kita sudah membuat sistim pengawasan baru, salah satunya adalah mendorong pengawasan di bidang K3. Apabila tidak dilaksanakan bisa kita proses secara hukum, katanya.Menurutnya, ada dua sanksi yang diterapkan terhadap perusahaan yang belum melaksanakan sistim menejemen K3. ada dua sanksi yakni pertama pembinaan kedua proses hukum sesuai dengan UU, ujarnya.
 
            Muhaimin menyatakan bahwa pemerintah harus bekerja keras karena belum semua perusahaan terutama perusahaan kelas menengah (perusahaan kecil) itu belum menerapkan K3 secara disiplin.Bukan untuk kepentingan pemerintah, tapi untuk kepentingan karyawan dan perusahaan sendiri. Karena itu harus disosialisaikan dan kita akan menegakkan hukum bagi perusahaan yang belum melaksanakan K3, tegasnya.
 
            Mengurangi terjadinya kecelakaan kerja maupun terjadinya sakit akibat kerja maka PT .Jamsoatek ( Persero )  akan selalu berupaya melakukan sosialisasi  Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) , program ini dilakukan bekerjasama dengan Departemaen Tenaga Kerja Dan Transmigrasi (Depnakertrans) diharapkan  dengan kerjasama ini, selain bisa mengurangi tingkat kecelakaan kerja, juga mendorong peningkatan kepesertaan Jamsostek Demikian disampaikan Direktur Utama PT.Jamsostek ( Persero ) kepada pers di Jakarta. Belum lama ini .
 
            “Kita akan terus perbaiki jaringan komunikasi antara Pemerintah dan Jamsostek, maupun pihak perusahaan dan masyarakat luas sehingga bisa mencapai target maksimal dalam menekan kecelakaan kerja dan meningkatkan kepesertaan Jamsostek, masih banyak perusahaan menganggap K3 sebagai beban operasional. Padahal,perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja ditempat kerja adalah merupakan hak azasi setiap pekerja “ ujarnya.  Penerapan dan pelaksanaan norma keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan bagian penting dari perlindungan terhadap lingkungan kerja khususnya perlindungan kepada tenaga kerja.perlu disadari bahwa K3 merupakan salah satu hak dasar pekerja terkait dengan aspek kesejahteraan selain dari hak-hak yang lain termasuk perlindungan upah, jaminan sosial, waktu kerja dan berserikat. Untuk itu, kita  mendorong pengawasan pelaksanaan penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) .tambahnya. [ leo-bmb]
 

Putusan Sela Pengadilan Negeri Agama Jakarta Selatan Terkesan "Akal - Akalan"

JAKARTA - Tidak diterimanya putusan eksepsi kuasa hukum Mursan Binti Nausan dalam perkara nomor 0086/Pdt G/2010/PA.JS. Hingga menyebabkan tidak diterimanya gugatan para penggugat. Sementara, para penggugat melalui kuasa hukumnya mendaftarkan kembali gugatan baru dengan nomor pokok perkara 1694 guna mengurangi sebagian para tergugat.

Padahal seharusnya kuasa hukum penggugat melakukan upaya banding. Namun, para penggugat merasa telah menarik pihak yang tidak terkait sebagai tergugat. Hal itu yang menyebabkan gugatan 0086/pdt.G.2010/PA.JS tidak diterima atau NO. Jika melihat pokok perkara tersebut, semestinya hakim tidak melakukan penetapan sela untuk mengabulkan sita jaminan. Sementara dalam hal penetapan sela boleh dikabulkan dalam permintaan. Jika dalam gugatan pihak penggugat meminta putusan provisionil.

Dalam gugatan para penggugat tidak memohonkan penetapan provisionil. Sita jaminan dan penetapan sela boleh dilakukan apabila sudah sesuai dengan dasar kebenaran dan diuji dan diperiksa dalam fakta-fakta alat bukti, saksi dalam persidangan. Tanpa didukung fakta-fakta yang kongrit, penyitaan tidak boleh dilakukan dengan paksa. Hingga putusan tersebut tidak terkesan akal-akalan belaka.

Nah, apabila dalam sita jaminan tersebut para pihak merasa dirugikan, utamanya para tergugat dalam hal ini mereka dapat mengadukan permasalahannya kepada Komisi Yudicial. Apalagi belakangan ini, Mahkamah Agung tengah melakukan pembenahan terkait carut-marutnya peradilan di indonesia termasuk lembaga Pengadilan Agama. Kata Sekjend Himpunan Praktisi Hukum Muda Indonesia (HPHMI), Adherie Zulfikri Sitompul saat dihubungi melalui telepon sekulernya di Rakernas II KNPI di Ternate, Kamis, (9/06).

Sementara itu, sesuai surat nomor 186/711.1, tertanggal 30 November 2009, terkait hal penjelasan tanah milik adat C.587 yang terletak di jalan Agustus RT.003/RW.07 Kelurahan Pondok Pinang yang menjadi sengketa itu, Lurah Pondok Pinang, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan Cholid Mawardi menjelaskan, bahwa sesuai berdasarkan catatan buku C yang terdapat kantor kelurahan Pondok Pinang, yakni, Kohir C nomor 289 persil 63 Blok S.II seluas, 4.890 m2, pada tahun 1938 Emad Bin Gano tercatat sebagai pemilik tanah adat tersebut.

Kemudian pada tahun-tahun berikutnya terjadi sejumlah perubahan. Misalnya pada tanggal 9 Pebruari 1948 Kohir C nomor 429 persil 63 Blok S.II seluas, 4.890 m2 atas nama wajib pajak, Emad Bin Gano dijual ke C 429 persil 63 Blok S.II atas nama wajib pajak Musa Bin Djama.

Lantas, pada tanggal 31 Desember 1951, Kohir C.429 persil 63 Blok S.II seluas, 4.890 m2 atas nama wajib pajak, Musa Bin Djama dengan luas tersebut dijual ke C.587 persil 63 Blok S.II aras nama wajib pajak, Nausin Bin Emad. Jadi, hingga saat ini lahan tanah tersebut masih tercatat sesuai dalam buku C wajib pajak atas nama Nausin Bin Emad.

Hal yang sama juga diungkapkan Wasekjend Himpunan Praktisi Hukum Muda Indonesia (HPHMI), R.Hasudungan Sihombing, sesuai dasar hukum terkait permasalahan tanah salah satunya melalui akurasi data Leter C di tingkat kelurahan setempat. Sementara dengan beraninya pihak Pengadilan Agama Jakarta Selatan memutuskan perkara ini. Jika hal ini dipaksakan dikuatirkan nanatinya akan terjadi salah kamar.
[BMB/RHS]