Kamis, 28 Juli 2011

Menakertrans Muhaimin Iskandar “ Program K3 Tugas Rumah Kita Bersama “

JAKARTA - Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar menyayangkan dengan masih banyak pekerja yang mengajukan klaim biaya jaminan esehatan (Jamsostek).Tingginya angka klaim tersebut, menurutnya, karena program K3 (Program Kerja Keselamatan dan Kesehatan Kerja) tidak berjalan dengan semestinya. “Tingginya klaim biaya jamsostek jelas menandakan program K3 tidak berjalan dengan semestinya. Ini yang harus kita tingkatkan, dan menjadi tugas rumah kita bersama,” ungkap Muhaimin di Jakarta.
 
Menurut Muhaimin, tenaga kerja merupkan bagian penting dalam kelangsungan usaha dan iklim investasi. Oleh sebab itu dirinya berpesan agar perusahan bisa memberikan perlindungan dan kesejahteraan dengan menjalankan K3 tersebut.
 
“Pasalnya, banyaknya angka kecelakaan dan penyakit kerja ditimbulkan karena tidak dilaksanakannya k3 itu. Kurangnya pemahaman perusahaan terhadap K3 dan sistim manajemen K3 merupakan sebuah kesalahan fatal. Oleh karena itu program K3 merupakan bagian penting dalam melindungi tenaga kerja,” ujar Menakertrans.
 
Data PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) pada tahun 2010 lalu membayar klaim sebesar Rp 7,27 triliun atau naik 3,1% dibandingkan 2009 sebesar Rp 7,05 triliun. Realisasi pembayaran jaminan tersebut terbagi atas jaminan kesehatan, jaminan hari tua, jaminan kematian dan jaminan pemeliharaan kesehatan dengan total jumlah kasus sebanyak 19,50 juta. Untuk jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian saja sebanyak 482 peserta dan untuk jaminan pemeliharaan kesehatan saja mencapai 15.487 peserta [ leo –bmb ]

DPR Minta Maaf RUU BPJS Belum Usai

JAKARTA - Pimpinan DPR RI menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat karena DPR RI belum dapat mengesahkan Rancangan Undang Undang tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (RUU BPJS) pada masa persidangan IV tahun 2010-2011 yang berakhir, Jumat.
 
"Kami sudah bekerja keras untuk menyelesaikannya tapi kenyataannya belum selesai. Kalau dikatakan minta maaf, ya kami minta maaf karena belum bisa menyelesaikannya tepat waktu," kata Ketua DPR RI Marzuki Alie, di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Jumat.
 
Menurut Marzuki, belum selesainya RUU BPJS hingga saat ini karena masih lemahnya suprastruktur di kelembagaan DPR RI sebagai mendukung kinerja anggota dewan. Marzuki menegaskan, dirinya telah berkali-kali menyampaikan rencana strategis DPR RI guna memperkuat sistem pendukung kinerja, sehingga tugas-tugas yang mejadi tanggung jawab anggota DPR RI bisa dikerjakan dengan baik.
"Itu semua yang akan kita kerjakan dan laksanakan, mudah-mudahan pada dua tahun ke depan sudah lebih baik,  DPR RI bertekad untuk menghasilkan UU yang berkualitas sehingga bisa diimplementasikan dengan baik." ujarnya.
 
Marzuki menegaskan, DPR RI dan pemerintah tetap berkeinginan untuk mengesahkan RUU BPJS menjadi UU tapi karena sampai akhir masa persidangan keempat saat ini belum mencapai titik temu, sehingga pembahasannya akan diperpanjang pada masa sidang berikutnya.
 
Satu persoalan yang hingga saat ini belum mencapai kata sepakat antara DPR dan pemerintah adalah transformasi empat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yakni PT Taspen, PT Jamsostek, PT Askes, dan PT Asabri, menjadi lembaga lembaga BPJS.[ leo-bmb]

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Untuk Rakyat Kurang Mampu Sebaiknya Dibentuk Khusus

JAKARTA - Untuk  menentukan arah kebijakan pembentukan badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS)  Pemerintah dan DPR diimbau untuk hati-hati, agar tidak kontra produktif di kemudian hari. , berbagai pihak telah memberikan masukan maupun rekomendasi , agar jaminan sosial untuk rakyat tidak mampu sudah semestinya mendapat porsi yang diamanatkan Undang Undang.
            Penggabungan empat BUMN Asuransi yang selama ini telah eksis dalam bidangnya , apabila digabung akan menimbulkan permasalahan baru ,bahkan lebih tegas lagi , dinilai lebih banyak mudharat dari pada manfaatnya,.  “Sebaiknya dibuat kajian ilmiah tentang manfaat dan mudharat (kerugian) dari peleburan PT Jamsostek, PT Taspen, PT Asabri dan PT Askes, agar acuan kebijakannya memiliki dasar yang kuat,” kata Dirut PT Jamsostek H.Hotbonar Sinaga, pada media .
Ia menyatakan mendukung kehadiran UU BPJS, terlepas dari perlunya amandemen atas UU Sistem Jaminan Sosial Nasional, khususnya perlunya jaminan kesehatan untuk masyarakat miskin dan tak mampu. “Jadikan ini sebagai prioritas dengan membenrtuk BPJS khusus.”
Mengenai tudingan segmentasi atas program jaminan sosial, Hotbonar mengatakan sudah sejak awal Indonesia menerapkan segmentasi peserta, seperti PT Taspen dan PT Askes untuk melayani PNS, PT Asabri untuk TNI dan Polri dan PT Jamsostek untuk pekerja swasta, kondisi ini juga terjadi di Malaysia, Korsel, Filipina dan Thailand dan tidak terjadi kendala.
“Malah Malaysia berhasil menjadikan dana jaminan sosialnya sebagai penyelamat negara dalam mengatasi krisis global. Indonesia juga harus mampu seperti itu ,” kata Hotbonar. “Karena itu kalau ada yang bertanya, maka saya katakan, tolooooong…jangan dilebur empat BPJS yang ada. Mudharatnya lebih besar dari pada manfaatnya”. [ leo-bmb]

RUU BPJS Perlu Sosialisasi



JAKARTA - Sedikitnya ada lima isu penting dalam pembahasan RUU Badan Penyelenggara Jaminanan Sosial (BPJS), yang harus segera diselesaikan pemerintah. Diantaranya kontroversi dukungan dan penolakan dari masyarakat, khususnya dari kalangan pekerja.
Ketua Umum DPP KNPI Ahmad Doli Kurnia di Jakarta mengatakan, organisasinya peduli dengan pembahasan RUU BPJS karena menyangkut hajat dan kelangsungan hidup rakyat Indonesia. Menurutnya, kelima isu sensitif yang menyertai pembahasan RUU BPJS sudah berlarut-larut dan kusut, sehingga harus segera dinetralisir dan dijawab oleh pemerintah dan DPR agar tidak terjadi polemik yang berkepanjangan di masyarakat.
Saat ini polemik RUU BPJS telah melibatkan massa. Sejatinya pembahasan RUU yang ditujukan untuk kepentingan rakyat luas seperti ini selayaknya mendapat dukungan penuh dari masyarakat. Namun, ironinya, tidak sedikit masyarakat yang berbondong-bondong untuk menolak RUU ini. Kan aneh ini, kata Doli
Selanjutnya daya lingkup BPJS. Jadi, lanjutnya, harus dijelaskan BPJS itu melayani siapa dengan program jaminan apa. Dalam teori dikatakan, jaminan sosial itu terdiri dari asuransi sosial dan bantuan sosial. Jadi, harus ada definisi yang jelas dan sama antara pemerintah dan DPR tentang apa yang dijamin bagi masyarakat dan masyarakat yang mana, tegasnya.
Selama ini, kata Doli, terdapat tumpang tindih antara jaminan masyarakat dan jaminan pekerja. Padahal belum tentu semua anggota masyarakat adalah pekerja. Kalau pekerja tentu ada jaminan pensiun, kecelakaan kerja, dan sebagainya. Kalau masyarakat umum tentu berbeda.
Menurutnya, selama empat BPJS yang ada, PT Jamsostek, PT Asabri, PT Askes dan PT Taspen melaksanakan jaminan sosial bagi pegawai swasta, pekerja informal, pegawai negeri sipil, TNI dan Polri, sebaiknya saat ini tidak perlu diganggu lagi. Tinggal kini pemerintah dan DPR segera membentuk BPJS bagi masyarakat miskin dan tidak mampu [leo-bmb]

PT Jamsostek (Persero) Terima Sertifikat ISO Bidang Pelayanan

JAKARTA.: Optimalisasi kualitas pelayanan peserta jaminan sosial tenaga kerja pada 2011 akan menjadi prioritas, karena nilai pencairan klaim jaminan hari tua, jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian oleh pekerja cenderung meningkat.
 
Pertumbuhan kepesertaan jamsostek di beberapa daerah, mengindikasikan peningkatan kesadaran tenaga kerja untuk mendapatkan perlindungan dasar jaminan sosial, khususnya perlindungan hari tua, kecelakaan kerja dan kematian
Terkait pelayanan maksimal dan berkwalitas yang dilaksanakan PT.Jamsostek ( Persero ) , membuahkan hasil , hal ini terbukti dengan  diperolehnya sertifikat ISO di bidang pelayanan , seperti ,  Kanwil III DKI Jakarta, Kanwil IV Jawa Barat dan Banten serta Kanwil VI Jawa Timur, dan menyusul Kanwil I Sumatera Bagian Utara.
 
Dengan diterimanya ISO 9001:2008 ini  ,Dirut PT Jamsostek Hotbonar Sinaga berharap,seluruh kantor cabang Jamsostek di Indonesia bisa mengimplementasikan pelayanan berskala internasional. Ini sesuai dengan visi Jamsostek yang mengusung pelayanan optimal dalam kepesertaan program jaminan sosial bagi kalangan pekerja.
 
Hotbonar menambahkan, untuk mendapatkan sertifikat ini tidak mudah. Karena itu ia meminta semua jajaran harus terus berperan aktif meningkatan pelayanan agar peserta puas dan peningkatan kepesertaan bisa digenjot. [ leo-bmb ]

Sabtu, 23 Juli 2011

Ribuan Jama’ah Sambut Antusias Acara Isra’ Mi'raj di Paku Jaya Tangerang Selatan

Bambang Santoso

Reporter


  Tangsel - Ribuan warga di jalan Bhayangkara I RT.01/01 Kelurahan Paku Jaya, Tangerang Selatan dan sekitarnya rela berbondong- bondong untuk menghadiri acara akbar Isra’ Miraj Nabi Muhammad SAW dan Tarhid Ramadhan 1432 H, yang digelar panitia penyelenggara di Masjid Jami Nurul, pada hari Jumat, (22/07).

Menurut ketua MUI Paku Jaya, Tangerang Selatan, Drs H.Mujar Ibnu Syarif MAG, acara ini bertemakan, “Melalui peringatan Isra’ Miraj dan Tarhid Ramadhan 1432 H, kita jadikan momentum untuk menjalin ukhwah Islamiyah, guna tercapainya masyarakat Kota Tangerang yang cerdas, modern dan relegius”.
Tokoh masyarakat Paku Jaya, PB. Abd. Rohman FPRM mengatakan, dengan memperingati, Isra’ Miraj Nabi Muhammad SAW ini marilah kita tingkatkan kehidupan masyarakat yang beriman bertaqwa dan berakhlak Akhhlaqul Karimah. Para jama’ah ingin melihat secara dekat sang penceramah idolanya, sekaligus mendengarkan secara langsung kepiawaian dalam berceramah yang dibawakan KH. Zainudin BA dari Kota hujan Bogor Jawa Barat. Jadi tidaklah heran, jika dalam setiap dakwah yang dibawakan tokoh beken itu, ribuan jama’ah pun berduyun-duyun hadir dilokasi acara.
Masih kata Rohman, acara yang dihadiri perwakilan Pemerintahan Kota Tangsel H.Matoda dan Camat Serpong Utara, Drs. H.Sukanta ini diharapkan berjalan dengan sukses dan aman. Dalam memperingati acara Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW ini, hadirin mesti tertib, sekaligus dengan khitmah mengikuti acara demi acara yang dibawakan oleh panitia. “Dalam hal ini saya sangat berterima kasih kepada seluruh lapisan mayarakat yang telah peduli sekaligus berpartisipasi, baik secara moril maupun materiil. Sehingga acara ini dapat berjalan dengan sukses,” ujarnya.
Sementara itu, tokoh masyarakat setempat yang sekaligus anggota DPRD Kota Tangerang Selatan, M.Toha menambahkan, acara Isra’ Miraj ini yang digelar di Pak Jaa ini diarpan semakin meningkatkan kehidupan masyarakat yang beriman bertaqwa dan berakhlak Akhhlaqul Karimah. Ia berharap agar seluruh komponen warga turut mendukung acara. Sehingga, terciptalah kerukunan antar umat beragama. “Kami mohon dukungan dan do’anya agar acara ini berjalan aman dan sukses, dan yang tak kalah penting, kondisi cuacapun tetap mendukung,ujarnya. [bmb/rick

Kamis, 21 Juli 2011

Empat BUMN Asuransi Tidak Mungkin Dilebur Jadi Penyelenggara BPJS

JAKARTA – Pembahasan Rancangan Undang Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( RUU-BPJS ) masih dalam tahapan pembahasan antara DPR dan Pemerintah akan poin point pokok yang dimasukkan dalam rancangan undang undang BPJS disepakati ada tujuh hal krusial Tujuh hal krusial yang disepakati yakni  definisi tentang BPJS, jumlah BPJS, badan hukum BPJS, organ/struktur BPJS, masa peralihan dan implikasinya, kepesertaan dan iuran,serta sanksi.
                 Pakar jaminan sosial, Prof. Bambang Purwoko menyatakan, empat Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang ada saat ini, yakni PT Askes, PT Asabri, PT Taspen, dan PT Jamsostek, tidak mungkin dilebur. Pasalnya, sumber pendanaan, kepesertaan dan acuan hukum sangat berbeda.
"Oleh karena itu, Panja DPR hendaknya fokus pada pembentukan satu lembaga jaminan sosial untuk masyarakat miskin dan tidak mampu," kata Bambang Purwoko saat berbicara pada Seminar Nasional bertema "Implementasi Sistem Jaminan Sosial Nasional, Rakyat vs Kepentingan Politik", di Hotel Kaisar, Jakarta, Kamis (14/7).
Pembicara lainnya adalah Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofyan Wanandi, Wakil Ketua Panitia Kerja RUU BPJS Surya Chandra Surapaty, dan Ketua Bidang Advokasi dan Hukum Serikat Pekerja Nasional Joko Heryono.
Dia mengatakan, dirinya bukan alergi pada perubahan tetapi juga jangan sekadar perubahan. Diakui, di Asia Tenggara memang terjadi reformasi sistem jaminan sosial, tetapi dengan membuat badan baru, khususnya untuk melayani penduduk miskin dan tidak mampu.
Bambang, Guru Besar Ekonomi Universitas Pancasila itu, mengatakan, pegawai negeri sipil, TNI dan Polri menjadi peserta jaminan sosial (kesehatan dan pensiun) dengan dibiayai oleh pemerintah melalui APBN. "PNS, TNI dan polri juga memiliki masa pensiun yang berbeda dengan pegawai swasta," katanya.
Satu hal yang prinsipil, lanjut dia, adalah adanya jaminan masa kerja di PNS, TNI dan Polri, dibandingkan pegawai swasta yang harus siap diberhentikan jika kontrak habis atau perusahaan bubar.
Keempat BPJS itu juga mengacu pada sejumlah peraturan perundangan yang berbeda sementara UU SJSN tidak mengamanatkan perubahan, amandemen atau revisi peraturan perundangan.
Sumber pendanaan juga sangat berbeda karena PNS, TNI dan polri dibiayai oleh APBN yang diambil dari pajak dan sumber pendapatan lain, sementara pekerja swasta mengiur sendiri untuk mandapatkan perlindungan jaminan sosial. "Pemerintah seharusnya menyisihkan dana bagi PNS, TNI dan polri yang nilainya bisa mencapai Rp 600 triliun untuk dikelola dan dikembangkan, bukan sekadar mengambil dana dari APBN," katanya.
Sementara, pegawai swasta dan pengusaha membayar sendiri iuran untuk mendapat jaminan sosial yang diingankan, di sisi lain mereka juga sudah membayar pajak. Kondisi itu jauh berbeda lagi dengan jaminan layanan kesehatan bagi penduduk miskin dan tak mampu yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah.
Karena itu, dia menyarankan agar pemerintah dan DPR fokus pada pembentukan BPJS khusus masyarakat miskin dan tak mampu dari pada harus menyesuaikan peraturan hukum dan perundangan yang ada dan sibuk mengurus peleburan empat BPJS yang tidak mungkin dilebur.[ leo-bmb ]

Konfederasi dan Federasi Serikat Pekerja - Serikat Buruh Indonesia Ancam Cairkan Dana JHT

JAKARTA - Belum adanya persamaan persepsi akan pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) , akhirnya menimbulkan pandangan dan kritikan , walau semua itu bermuara kepada kepentingan rakyat banyak namun dalam proses kristalisasi kebijakan justeru membingungkan banyak pihak. Pendapat dan opinipun bermunculan.
 
Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) , misalnya ,mengatakan pembentukan BPJS bukan hanya disiapkan sebagai sebuah badan yang akan mewajibkan masyarakat membayar iuran bulanan dalam sebuah sistim asuransi, tapi juga sebagai badan konsentrasi aset dan modal yang berasal dari 4 BUMN asuransi PT Jamsostek, PT Asabri, PT ASKES dan PT TASPEN. Juru Bicara Dewan Kesehatan Rakyat, Agung Nugroho menyerukan agar masyarakat dan kaum buruh melawan RUU BPJS, agar tidak jatuh didalam roda pemerasan sistim asuransi.
 
Konfederasi dan Federasi Serikat Pekerja / Serikat Buruh Indonesia , yang terdiri dari KSPSI ,KSBSI , SPN , FSP RTMMSPSI , FSP KEPSPSI , FSP PARSPSI , FSP LEMSPSI , FSP KAHUTINDO ,FSP PPSPSI , FSP NIBASPSI , FSP TI , FSPSIPEWARTA , FSPPKSI , FSPPMI , FSPTKLN, PSPKAHUTINDOSPSI , IFSPFARKES , FSP BUMN, SARBUMUSI  dalam konferensi persnya  menyikapi RUU BPJS , menolak penggabungan empat BUMN yang selama ini menangani Asuransi seperti PT.Jamsostek ,PT.Asabri ,PT Askes , PT.Taspen menjadi satu atau dua Badan Penyelenggara Jaminan Sosial , namun Konfederasi ini menyarankan untuk membentuk Badan Penyelenggara yang baru untuk melayani rakyat miskin. Menurut mereka , apabila DPR dan Pemerintah tidak mempertimbangkan masukan buruh/ pekerja ini ,maka anggotanya  yang mengikuti program Jamsostek mengancam akan mencairkan Dana Jaminan Hari Tua Rp.92 Triliun .
 
Sementara itu, Direktur Umum PT. Jamsostek ( Persero ) H.Hotbonar Sinaga mengatakan, bukan hanya sebagai mesin menghisap uang langsung dari rakyat, tapi BPJS memang disiapkan oleh partai-partai dan Pansus BPJS, merampas uang 450 ribu pekerja yang sudah tertanam puluhan tahun.
 
Menurutnya, DPR memutuskan untuk membentuk sebuah bahan hukum publik yang berbentuk wali amanah, padahal dalam sistim hukum Indonesia tidak ada yang namanya badan tersebut. ”Bentuk itu tidak ada, dalam sistim hukum kita hanya ada perusahaan atau pemerintah yang jelas pertanggung jawabannya. Seharusnya seluruh Jaminan Sosial dijalankan langsung oleh pemerintah sesuai perintah UUD’45. Perusahaan pemerintah menjalankan bisnis asuransi yang pesertanya sukarela,” tegasnya.
 
Selain itu, menurutnya bentuk wali amanah itu manipulatif  karena tidak ada di dalam undang-undang pokoknya Tentang SJSN (Sistim Jaminan Sosial Nasional) No 40/2004. ”Yang ada di undang-undang itu adalah dana amanah. Yaitu dana yang dititipkan untuk kepentingan masyarakat. Koq tiba-tiba dikelola dalam sistim yang tidak jelas pertanggung jawabannya. [ leo-bmb]

Serikat Pekerja Sektor Informal Indonesia Tolak Penggabungan Empat BUMN Jadi Penyelenggara BPJS

JAKARTA –  Serikat Pekerja Sektor Informal Indonesia (Spindo) menolak penggabungan empat BUMN Asuransi PT Askes, PT Asabri, PT Taspen dan PT Jamsostek menjadi satu atau dua Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).Sebagai gantinya, SPIN mengusulkan pembentukkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial baru yang   khusus menangani masyarakat kurang mampu.

Spindo  menandaskan bahwa    Jaminan Sosial adalah merupakan Hak Dasar setiap warga Negara ,hal ini diatur dalamHak-Hak Dalam Jaminan Kesejahteraan Sosial : . Setiap warga negara berhak atas taraf kesejahteraan sosial yang sebaik-baiknya. (Pasal 1 UU no.6 tahun 1974).  Fakir miskin berhak mendapatkan pemeliharaan dari negara (Pasal 34 UUD 1945) , . Fakir miskin berhak mendapatkan sarana bantuan sosial dan rehabilitasi sosial. (Pasal 2 Peraturan Pemerintah RI no.42 tahun 1981). ,   Kewajiban-Kewajiban Dalam Jaminan Kesejahteraan Sosial: Setiap warga negara wajib ikut serta dalam usaha-usaha kesejahteraan sosial. seperti diatur Pasal 1 UU no.6 tahun   1974. Pemerintah wajib mengusahakan sistem ekonomi yang berpihak pada rakyat banyak. (Penjelasan pasal 33 UUD 1945).
"Kita juga mengusulkan agar premi atau iuran sebagai kewajiban untuk perlindungan sosial masyarakat tak mampu dibayar oleh negara," kata Ketua Umum DPP Spindo, H Maliki S.Sos di Jakarta, Selasa (19/7). Menurutnya  tidak melihat urgensi atas peleburan empat BPJS yang ada, bahkan kuatir bisa  menimbulkan resistensi dan perpecahan di kalangan pekerja.
"Kalau memang ujung-ujungnya BPJS itu ditujukan buat kepentingan rakyat, biarkan saja BPJS yang sudah ada berjalan dulu. Tapi bentuk BPJS baru yang langsung menangani  masyarakat miskin, termasuk pekerja sektor informal sehingga BPJS betul-betul aplikatif dan dirasakan oleh rakyat," paparnya.
Dia juga menyesalkan berbagai perdebatan  yang telah menguras energi pekerja, apalagi terjadi kekuatiran UU BPJS tidak bisa langsung diimplementasikan sehingga menambah rasa ketidakpastian.
"Usulan kita kongkrit, rakyat di bawah tidak butuh macam-macam, yang penting bisa dirasakan manfaatnya," terangnya.
Apalagi, saat ini saja dengan empat  BPJS, banyak rakyat yang tidak terurus sehingga dengan tarik ulur seperti ini, pekerja informal merasa terombang ambingkan. Padahal, jaminan sosial merupakan hak setiap warga negara yang sudah diatur dalam hak-hak jaminan kesejahteraan sosial. [Leo-Bmb]

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar: Penggabungan Empat BUMN Asuransi Jadi Penyelenggara BPJS Butuh Penyesuaian dan Tahapan

JAKARTA - Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar mengatakan, memaparkan, pada dasarnya pemerintah ingin agar UU ini segera disahkan. Namun untuk meleburkan 4 BUMN (PT Jamsostek, PT Asabri, PT Taspen, PT Askes) menjadi BPJS tidak serta merta dilakukan, butuh waktu untuk penyesuaian dan tahapannya.ucapnya pada saat diskusi membahas RUU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) di Jakarta, Selasa (19/7/2011). yang juga dihadiri oleh Sekjen Kementerian Keuangan Mulia P Nasution  , Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (API) Sofyan Wanandi.
Terkait pembahasan RUU BPJS , Direktur Utama PT Jamsostek,H. Hotbonar Sinaga, seusai menerima sertifikat ISO (Rabu, 19/7). Mengatakan .Pemerintah dan DPR perlu untuk hati-hati dalam menentukan arah kebijakan pembentukan badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS) agar tidak kontraproduktif di kemudian hari.  perlu kajian ilmiah tentang manfaat dan mudarat dari peleburan empat BPJS yang ada agar acuan kebijakannya memiliki dasar yang kuat. Setahu dia, DPR tidak melakukan kajian ilmiah atas wacana peleburan PT Jamsostek, PT Taspen, PT Asabri dan PT Askes ini. Hotbonar menyatakan mendukung kehadiran UU BPJS, terlepas dari perlunya amandemen atas UU Sistem Jaminan Sosial Nasional, khususnya perlunya jaminan kesehatan untuk masyarakat miskin dan tak mampu. "Jaminan kesehatan untuk mereka yang tak mampu hendaknya menjadi prioritas saat ini dengan membentuk BPJS khusus bagi mereka," kata Hotbonar, yang juga Ketua Asosiasi Jaminan Sosial Indonesia.
Mengenai tudingan segmentasi atas program jaminan sosial, Hotbonar mengatakan sudah sejak awal Indonesia menerapkan segmentasi peserta, seperti PT Taspen dan PT Askes untuk melayani PNS, PT Asabri untuk TNI dan Polri dan PT Jamsostek untuk pekerja swasta. Di sejumlah negara, seperti Malaysia, Korsel, Filipina dan Thailand praktik segmentasi juga terjadi dan tidak menjadi kendala pada pemberian layanan. "Malah Malaysia berhasil menjadikan dana jaminan sosialnya sebagai penyelamat negara dalam mengatasi krisis global," kata Hotbonar. "Karena itu kalau ada yang bertanya, maka saya katakan, tolong jangan dilebur empat BPJS yang ada. Mudaratnya lebih besar dari pada manfaatnya," kata Hotbonar.
Sementara itu, Serikat Pekerja Sektor Informal Indonesia (Spindo) menolak penggabungan empat BUMN Asuransi PT Askes, PT Asabri, PT Taspen dan PT Jamsostek menjadi satu atau dua Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).Sebagai gantinya, SPIN mengusulkan pembentukkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial baru yang   khusus menangani masyarakat kurang mampu.
Spindo  menandaskan bahwa    Jaminan Sosial adalah merupakan Hak Dasar setiap warga Negara ,hal ini diatur dalamHak-Hak Dalam Jaminan Kesejahteraan Sosial : . Setiap warga negara berhak atas taraf kesejahteraan sosial yang sebaik-baiknya. (Pasal 1 UU no.6 tahun 1974).  Fakir miskin berhak mendapatkan pemeliharaan dari negara (Pasal 34 UUD 1945) , . Fakir miskin berhak mendapatkan sarana bantuan sosial dan rehabilitasi sosial. (Pasal 2 Peraturan Pemerintah RI no.42 tahun 1981). ,   Kewajiban-Kewajiban Dalam Jaminan Kesejahteraan Sosial: Setiap warga negara wajib ikut serta dalam usaha-usaha kesejahteraan sosial. seperti diatur Pasal 1 UU no.6 tahun   1974. Pemerintah wajib mengusahakan sistem ekonomi yang berpihak pada rakyat banyak. (Penjelasan pasal 33 UUD 1945).
"Kita juga mengusulkan agar premi atau iuran sebagai kewajiban untuk perlindungan sosial masyarakat tak mampu dibayar oleh negara," kata Ketua Umum DPP Spindo, H Maliki S.Sos di Jakarta, Selasa (19/7). Menurutnya  tidak melihat urgensi atas peleburan empat BPJS yang ada, bahkan kuatir bisa  menimbulkan resistensi dan perpecahan di kalangan pekerja.[leo-bmb]

Ketua Umum Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), Ahmad Doli Kurnia: BPJS Jangan Jadikan Beban Masyarakat


JAKARTA
– Molornya pembahasan Rancangan Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang hingga kini belum final , Ketua Umum Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), Ahmad Doli Kurnia, lewat pernyataan pers, Rabu (20/7). Idealnya, menurut Ahmad Doli, seluruh rakyat Indonesia menjadi tanggung jawab negara seperti tertuang dalam UUD 45. Karena itu, jangan sampai UU yang mengatasnamakan kesejahteraan rakyat malah menjadi beban bagi masyarakat. Dia menyesali pro dan kontra RUU BPJS yang terjadi sampai sekarang hingga membuat pengesahannya molor lagi. Seharusnya, pemerintah dan DPR berprinsip jaminan sosial tidak sampai membebani rakyat.
 
 Empat BUMN bidang jaminan sosial (PT Jamsostek, PT Askes, PT Asabri dan PT Taspen) baru bisa melindungi sekitar 20-30 persen masyarakat. Karena itu, BPJS yang nantinya terbentuk bertujuan utama menjamin sisa dari masyarakat yang tidak tersentuh jaminan sosial.
 
"UUD 45 harus diterjemahkan dan dilaksanakan. Jangan sampai BPJS malah menjadi beban bagi masyarakat. Kalau ada iuran, saya katakan itu tidak benar karena praktek BPJS sama saja dengan perusahaan asuransi swasta yang harus bayar iuran ataupun premi. Itu memancing pihak asing mencari keuntungan. Jadi bukan kesejahteraan rakyat tapi profit," tegasnya.
 
Hal senada juga disampaikan Ketua Umum DPP Apindo, Sofyan Wanandi,  menurutnya , Pemerintah sebaiknya memprioritaskan pembentukan badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS)  khusus kesehatan bagi fakir miskin dan mempertimbangkan kemampuan keuangan negara daripada melebur 4 BPJS yang sudah ada.  Pemerintah dan DPR sebaiknya tidak melebar kemana-mana dalam pembahasan BPJS. Fokuslah pada tujuan dan kesepakatan semula, yakni memprioritaskan  jaminan pelayanan kesehatan bagi orang miskin. Jangan sampai apa yang diputuskan nanti tidak bisa melaksanakan karena terkendala anggaran.
 
Sofyan mengingatkan agar pemerintah dan DPR hati-hati merumuskan UU BPJS, terlebih lagi jika pemerintah sendiri tidak mampu melaksanakan amanat dalam undang-undang tersebut dan tidak memiliki anggaran yang cukup. [ leo-bmb]

Pemerintah dan DPR Dihimbau Hati-hati Tentukan Kebijakan Pembentukan BPJS

JAKARTA - Pemerintah dan DPR diimbau untuk hati-hati dalam menentukan arah kebijakan pembentukan badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS) agar tidak kontra produktif di kemudian hari. Dirut PT Jamsostek Hotbonar Sinaga seusai menerima Sertifikat ISO di Jakarta, Rabu, mengatakan, sebaiknya dibuat kajian ilmiah tentang manfaat dan mudharat (kerugian) dari peleburan empat BPJS yang ada agar acuan kebijakannya memiliki dasar yang kuat. 
Setahu dia, DPR tidak melakukan kajian ilmiah atas wacana peleburan PT Jamsostek, PT Taspen, PT Asabri dan PT Askes. Hotbonar menyatakan mendukung kehadiran UU BPJS, terlepas dari perlunya amandemen atas UU Sistem Jaminan Sosial Nasional, khususnya perlunya jaminan kesehatan untuk masyarakat miskin dan tak mampu. 
"Jaminan kesehatan untuk mereka yang tak mampu hendaknya menjadi prioritas saat ini dengan membentuk BPJS khusus bagi mereka," kata Ketua Asosiasi Jaminan Sosial Indonesia itu. 
Mengenai tudingan segmentasi atas program jaminan sosial, Hotbonar mengatakan sudah sejak awal Indonesia menerapkan segmentasi peserta, seperti PT Taspen dan PT Askes untuk melayani PNS, PT Asabri untuk TNI dan Polri dan PT Jamsostek untuk pekerja swasta. 
Di sejumlah negara, seperti Malaysia, Korsel, Filipina dan Thailand praktik segmentasi juga terjadi dan tidak menjadi kendala pada pemberian layanan. "Malah Malaysia berhasil menjadikan dana jaminan sosialnya sebagai penyelamat negara dalam mengatasi krisis global," kata Hotbonar. 
Indonesia harus mampu menjadikan dana pekerja serbagai penjaga dan penyelamat negara dari ancaman krisis ekonomi yang bisa datang kapan saja. 
"Karena itu kalau ada yang bertanya, maka saya katakan, tolooooong...jangan dilebur empat BPJS yang ada. Mudharatnya lebih besar dari pada manfaatnya," kata Hotbonar. 
Sementara Wakil ketua Apindo DKI Agus Guntur mendukung sikap kehati-hatian pemerintah dalam menentukan kebijakan BPJS. 
"Kami peduli pada penciptaan kondisi yang kondusif bagi perekonomian. Selama ini kami melihat peningkatan kualitas pelayanan dan manfaat yang lebih baik dari PT Jamsostek," kata Agus. 
Karena itu dia menolak peleburan empat BPJS. "Sesuatu yang sudah tertata jangan dihancurkan karena belum tentu penggantinya akan lebih baik," katanya. 
Dia juga mengingatkan risiko sosial jika terjadi penolakan buruh atas peleburan empat BPJS tersebut. 
Sementara, Manajer HRD PT Finansia Multi Finande, Agus M, mengatakan layanan PT Jamsostek semakin baik dan profesional. "Jangan rusak tatanan yang sudah ada karena risikonya sangat besar," katanya. [leo-bmb]

Ketua Umum K-SPSI, H. Sjukur Sarto: Pemerintah Lebih Bijak Bentuk BPJS Baru Untuk Masyarakat Kurang Mampu atau Informal

JAKARTA - Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (K-SPSI) Sjukur Sarto menilai, rencana pembentukan dua badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS) seperti usulan pemerintah dalam pembahasan rancangan undang-undang (RUU) tentang BPJS akan menimbulkan masalah baru. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) seakan mengabaikan eksistensi empat BPJS yang ada saat ini, yakni PT Jamsostek (Persero), PT Askes (Persero), PT Taspen (Persero), dan PT Asabri (Persero) padahal sudah puluhan tahun menjalankan program jaminan sosial.
"Parahnya, pemerintah dan DPR justru juga berencana melebur ke-4 BPJS, termasuk program-program jaminan sosialnya. Padahal selama ini ke-4 BPJS menjalankan program jaminan sosial dengan sistem dan peserta yang berbeda. Tampaknya pemerintah dan DPR ke depan memang ingin melikuidasi atau menghilangkan ke-4 BPJS yang saat ini berstatus BUMN dengan label PT (Persero) tersebut," kata Sjukur di Jakarta belum lama ini.
Seperti diketahui, pemerintah berencana membentuk dua BPJS, yakni untuk jangka pendek dan jangka panjang yang akan dituangkan dalam RUU BPJS. BPJS pertama melaksanakan program jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, dan jaminan kematian (jangka pendek). Sedangkan, BPJS kedua untuk program jaminan pensiun dan jaminan hari tua (jangka panjang). Ke-2 BPJS baru nantinya berstatus badan hukum usaha publik.
Menurut dia, masalah pertama, pengusaha swasta dan badan usaha milik negara (BUMN) tidak mungkin mau membayar iuran kepesertaan dalam program jaminan sosial kepada dua BPJS, yakni BPJS jangka panjang dan jangka pendek. Selama ini, pengusaha (pemberi kerja) bersama pekerjanya hanya membayar kepada satu BPJS, yakni PT Jamsostek. Selain itu, jika dilihat dari sisi mekanisme kepesertaan, termasuk jaminan/santunannya, skema yang ada selama ini berbeda antara pekerja swasta/BUMN dan pegawai negeri sipil (PNS) serta TNI/Polri. Sebanyak 5 program jaminan sosial yang diamanatkan dalam UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), yakni jaminan kecelakaan kerj (JKK), jaminan kesehatan, jaminan kematian, jaminan hari tua (JHT) serta jaminan pensiun nantinya akan melindungi peserta yang berbeda perlakuannya.
Kalaupun akan dibentuk dua BPJS, lanjut Sjukur, sebaiknya menjadi BPJS untuk pekerja swasta atau BUMN dengan BPJS untuk PNS serta TNI/Polri. Sedangkan untuk masyarakat miskin atau informal, maka bisa diintegrasikan dengan dua BPJS tersebut. Atau pemerintah bentuk BPJS baru yang khusus untuk masyarakat miskin atau informal.[leo-bmb]

Tak Ingin Lakukan Peleburan Empat BUMN Asuransi Jadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ribuan Buruh Turun ke Jalan

JAKARTA- Ribuan buruh kembali turun ke jalan tolak penggabungan empat BUMN Asuransi digabung Jadi satu atau dua BPJS yakni PT Jamsostek (Persero), PT Askes (Persero), PT Taspen (Persero), dan PT Asabri (Persero) .

                Dalam orasinya , mereka menyuarakan , bahwa buruh /pekerja se Indonesia , setuju setuju saja dengan Sistim Jaminan Sosial Nasional ( SJSN ) , demikian pula dengan dibentuknya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial , namun mereka sangat tidak setuju untuk diadakan peleburan ataupun penggabungan dari empat BUMN yang ada saat ini menjadi satu atau dua badan penyelenggara BPJS. “ SJSN …Yes ,….. Penggabungan atau peleburan …No….” demikian orasi mereka di depan gedung DPRI  Jakarata.Kamis 21 /7
Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (K-SPSI) H.Sjukur Sarto ,ketika ditemui Harian Rakyat Merdeka OL disaat berada ditempat orasi , menilai, rencana pembentukan dua badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS) seperti usulan pemerintah dalam pembahasan rancangan undang-undang (RUU) tentang BPJS akan menimbulkan masalah baru. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) seakan mengabaikan eksistensi empat BPJS yang ada saat ini, yakni PT Jamsostek (Persero), PT Askes (Persero), PT Taspen (Persero), dan PT Asabri (Persero) padahal sudah puluhan tahun menjalankan program jaminan sosial.
"Parahnya, pemerintah dan DPR justru juga berencana melebur ke-4 BPJS, termasuk program-program jaminan sosialnya. Padahal selama ini ke-4 BPJS menjalankan program jaminan sosial dengan sistem dan peserta yang berbeda. Tampaknya pemerintah dan DPR ke depan memang ingin melikuidasi atau menghilangkan ke-4 BPJS yang saat ini berstatus BUMN dengan label PT (Persero) tersebut," ucapnya.
Menurut dia, masalah pertama, pengusaha swasta dan badan usaha milik negara (BUMN) tidak mungkin mau membayar iuran kepesertaan dalam program jaminan sosial kepada dua BPJS, yakni BPJS jangka panjang dan jangka pendek. Selama ini, pengusaha (pemberi kerja) bersama pekerjanya hanya membayar kepada satu BPJS, yakni PT Jamsostek. Selain itu, jika dilihat dari sisi mekanisme kepesertaan, termasuk jaminan/santunannya, skema yang ada selama ini berbeda antara pekerja swasta/BUMN dan pegawai negeri sipil (PNS) serta TNI/Polri. Sebanyak 5 program jaminan sosial yang diamanatkan dalam UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), yakni jaminan kecelakaan kerj (JKK), jaminan kesehatan, jaminan kematian, jaminan hari tua (JHT) serta jaminan pensiun nantinya akan melindungi peserta yang berbeda perlakuannya.
Seperti diketahui, pemerintah berencana membentuk dua BPJS, yakni untuk jangka pendek dan jangka panjang yang akan dituangkan dalam RUU BPJS. BPJS pertama melaksanakan program jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, dan jaminan kematian (jangka pendek). Sedangkan, BPJS kedua untuk program jaminan pensiun dan jaminan hari tua (jangka panjang). Ke-2 BPJS baru nantinya berstatus badan hukum usaha publik.
Hal senada Juga disampaikan .Ketua KSPSI –Tenaga Kerja Luar Negeri ,Muhamad Satia,SH ,bahwa penggabungan atau peleburan BUMN Asuransi yang  sudah mapan ini ,akan menimbulkan masalah baru ,  ” Apabila Pemerintah dan DPR RI tetap ngotot kepada pendiriaannya akan melakukan penggabungan , maka kita akan menurunkan massa yang lebih banyak lagi ,agar aspirasi buruh dapat didengar , kita akan tarik dana buruh /pekerja yang dikelola PT Jamsostek “ ucapnya
Kalaupun akan dibentuk dua BPJS, lanjut Satia, sebaiknya menjadi BPJS untuk pekerja swasta atau BUMN dengan BPJS untuk PNS serta TNI/Polri. Sedangkan untuk masyarakat miskin atau informal, maka bisa diintegrasikan dengan dua BPJS tersebut. Atau pemerintah bentuk BPJS baru yang khusus untuk masyarakat miskin atau informal.
Perwakilan Buruh / Pekerja  yang diwakili Muhamad Satia ,SH , Muhir ,Syapril Arsad , Harun Umar ,Waty ,perwakilan SPN DPD Banten ,serta P.Bambang beserta timnya , akhirnya dapat berdialog langsung dengan DPR , namun belum mendapatkan kesepakatan. " kita telah sampaikan aspirasi kita , namun belum ada kesebakatan dan kesimpulan , " kata Satia..[leo-bmb]

Senin, 18 Juli 2011

PT Jamsostek (Persero) H.Hotbonar Minta Empat BUMN Asuransi Tetap Eksis

JAKARTA- Rencana pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS ) sedang bergulir saat ini , ada yang menentang jika Badan penyelenggara ini dibentuk dengan cara meleburkan empat BUMN Asuransi menjadi satu atau dua badan baru , ada pula yang menyetujui peleburan BUMN ini menjadi dua badan.
                Berbagai penjelasan kepada publuk pun bergulir , namun semuanya tetap bermuara kepada kepentingan kesejahteraan rakyat , benarkah ?.
Pemerintah dan DPR berjanji tidak akan ada pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan dan tidak akan merugikan peserta, jika empat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Jaminan Sosial dilakukan peleburan. Namun demikian, Dirut PT Jamsostek (Persero) H.Hotbonar Sinaga tetap menolak adanya peleburan tersebut.  "Kami sarankan pada pemerintah maupun DPR untuk tidak dilakukan peleburan maupun transformasi," kata Hotbonar di Jakarta, Senin (11/7).
Hotbonar meminta pemerintah dan DPR membiarkan keempat BUMN ini untuk eksis, tanpa adanya peleburan seperti yang direncanakan oleh pemerintah dan DPR.Keempat BUMN Jaminan sosial itu adalah PT Jamsostek, PT Askes, PT Asabri, dan PT Taspen.
"BPJS baru untuk menangani sektor informal dan yang tidak berpenghasilan dengan memprioritaskan Jamkesmas," kata Hotbonar.
Sikap Hotbonar itu didukung oleh serikat pekerja dan asosiasi pengusaha. Menurut Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Sjukur Sarto, jika DPR dan pemerintah memaksakan kehendaknya maka sebanyak 20 serikat pekerja akan terus mengadakan aksi unjuk rasa menolaknya.
Keduapuluh serikat pekerj/buruh itu dua diantaranya berbentuk konfederasi (gabungan dari sejumlah federasi) 15 federasi (gabungan dari sejumlah serikat pekerja) dan sisanya berupa organisasi serikat pekerja.
Konfederasi yang menolak adalah KSPSI dan Konfederasi Serikat Pekerja Buruh Sejahtera Indonesia, sementara serikat pekerja yang berbentuk federasi diantaranya FSP Rokok Tembakau Makanan Minuman SPSI dan Federasi Serikat Pekerja BUMN.
Serikat pekerja non federasi yang turut menolak adalah Serikat Pekerja Nasional, Serikat Buruh Muslim dan Serikat Pekerja Farmasi dan Kesehatan (IFSPFARKES).
Keduapuluh serikat pekerja meminta pemerintah dan DPR menetapkan empat BPJS yang ada, yakni PT Askes, PT Taspen, PT Asabri dan PT Jamsostek secara bertahap menyesuaikan tata kelola sesuai dengan prinsip-prinsip sistem jaminan sosial nasional (SJSN) yang diatur dalam UU No.40/2004.
Untuk memenuhi amanat UU SJSN. Mereka meminta pemerintah dan DPR membentuk BPJS baru untuk melayani rakyat miskin dan tidak mampu dengan prioritas layanan jaminan kesehatan.[ Leo-bmb]

Sejumlah Tokoh Kritisi Rancangan Undang Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

JAKARTA - Sejumlah tokoh, seperti Sri Edi Swasono, mantan Menkes Siti Fadilla Supari, Ketua Apindo Sofjan Wanandi, dan Ketum AAJSI Hotbonar Sinaga mengkritisi RUU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang saat ini sedang dibahas di Pansus DPR RI.
Hotbonar dalam diskusi "Menolak Intervensi Neolib dalam RUU BPJS" di Jakarta, Selasa, mensinyalir ada indikasi campur tangan asing dalam menentukan sistem jaminan sosial nasional dan RUU BPJS.
 
Dia menjelaskan dirinya kenal dengan Mitchell Wiener yang menjadi konsultan ADB dan menyusun "white paper" yang kemudian ditengarai menjadi acuan pemerintah, khususnya Kemenkeu, dalam pembahasan RUU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
"Saya tidak anti asing dan tidak anti konsultan asing, karena saya pun pernah menjadi konsultan ADB," kata Hotbonar. Karena itu, dia merasa selayaknya usulan dari Wiener dijadikan sekadar pembanding, bukan acuan. Diingatkannya, Wiener tidak memiliki pengalaman empiris atau tidak pernah menangani urusan jaminan sosial, termasuk jaminan layanan kesehatan. "Dia ahli bidang dana pensiun dan itu diakuinya dalam white paper itu," kata Hotbonar.
 
Jejak usulan Wiener, kata Hotbonar, bisa dilihat pada pembagian program jaminan sosial berdasarkan masa pelaksanaan, yakni jangka panjang dan jangka pendek.BPJS pertama melaksanakan program jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, dan jaminan kematian (jangka pendek). BPJS kedua untuk program jaminan pensiun dan jaminan hari tua (jangka panjang). Konsep itu, kata Hotbonar, sudah lama ditinggalkan, karena pembedaan biasanya dilakukan pada program bukan pada jangka pelaksanaan.
 
Indonesia saat ini menganut segmentasi peserta, yakni PNS, TNI/Polri dan pegawai swasta. PNS dilayani oleh PT Taspen dan PT Askes; TNI dan polri dilayani oleh PT Asabri, sedangkan pegawai swasta dilayani oleh PT Jamsostek. Hotbonar melihat ada indikasi untuk memilah-milah perlindungan dasar bagi pekerja yang menjadi kewajiban pemberi kerja, sementara untuk pekerja kalangan atas menjadi domain perusahaan asuransi swasta.
Sementara itu, prinsip dari jaminan sosial adalah subsidi silang dimana yang muda menyubsidi yang tua, yang sehat menyubsidi yang sakit.
Menurut dia, jika semua strata premiun dari golongan pekerja menjadi peserta asuransi swasta maka skenario untuk memilih kepesertaan jaminan sosial berhasil karena saat ini sekitar 70 persen pangsa asuransi dikuasai asing.
Dia juga mencatat usulan dari white paper yang menginginkan agar dana investasi dari jaminan sosial yang saat ini sekitar Rp 190 triliun dan lima tahun ke depan akan menjadi Rp 500 triliun agar dikelola oleh 'fund manager' swasta. "Alasannya, jika dikelola secara mandiri, tidak maksimal. Sementara itu, PT Jamsostek sudah membuktikan mampu memberi manfaat dua kali lipat dibandingkan dana deposito," kata Hotbonar.[ Leo-bmb]

Dirut PT Jamsostek ( Persero ), H.Hotbonar Sinaga: UU BPJS Jangan Sekadar Diundangkan Tapi Tidak Dapat Diimplementasikan

JAKARTA - Dirut PT Jamsostek Hotbonar Sinaga mengharapkan pembahasan rancangan UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) jangan sekadar ada untuk mengejar target diundangkan , tetapi tidak bisa dilaksanakan seperti UU Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Hotbonar di Jakarta, mengatakan sudah saatnya seluruh penduduk Indonesia menikmati jaminan sosial agar hidup mereka terjamin apapun kondisi dan status kerjanya.

"Namun, saya berharap pembahasan RUU BPJS hendaknya tidak dipaksakan. Diperlukan pemahaman yang sama dan memperhatikan kultur dan sejarah keberadaan jaminan sosial di Indonesia," kata Hotbonar.

Dana jaminan sosial berasal dari pemberi kerja dan pekerja sedangkan dana bantuan sosial berasal dari pemerintah seperti bantuan beras untuk masyarakat miskin, bantuan operasi sekolah, katanya. 

Dari segi pengelolaan, jaminan sosial dikelola oleh lembaga atau institusi khusus sedangkan bantuan sosial biasanya dikelola oleh departemen atau kementerian sosial karena bersifat temporer. Karena itu Hotbonar berharap ada pemahaman bersama tentang peran dan fungsi jaminan sosial agar ke depan tidak terjadi perbedaan pendapat dan penafsiran berbeda atas UU BPJS. 

Dia berharap terjadi pembahasan intensif di kalangan pemerintah dan DPR dengan penuh kehatia hatian dan bijaksana.  "Kami ingin setelah BPJS dijadikan hukum positif (UU) bisa dilaksanakan tanpa menemukan kendala, baik dari segi keuangan, karena melibatkan kemampuan keuangan negara, juga tidak bertentangan dengan UU yang ada," kata Hotbonar. 

Saat ini, Perkembangan terakhir pembahasan RUU BPJS masih banyak unsur masyarakat melakukan penolakan peleburan empat BUMN Asuransi untuk dijadikan satu atau dua Badan penyelenggara, dan menyarankan kepada Pemerintah maupun DPR agar membentuk badan penyelenggara yang baru.[ leo-bmb ]

Penerapan K3 Merupakan Hak Dasar Perlindungan Tenaga Kerja

JAKARTA -  Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan instrumen yang memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan ma-syarakat sekitar dari bahaya akibat kecelakaan kerja. Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi oleh perusahaan. K3 bertujuan mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan risiko kecelakaan kerja (zero accident). Penerapan konsep ini tidak boleh dianggap sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang menghabiskan banyak biaya (cost) perusahaan, melainkan harus dianggap sebagai bentuk investasi jangka panjang yang memberi keuntungan yang berlimpah pada masa yang akan datang.Demikian disampaikan Direktur Utama PT.Jamsostek (Persero) H.Hotbonar Sinaga ,di Jakarta belum lama ini.
Kasus kecelakaan kecelakaan kerja  di Indonesia saat ini  tergolong tinggi. Pada 2010 lalu tercatat kecelakaan kerja sebanyak 65.000 kasus ,sedangkan pada tahun  2009 mencapai 96.314 kasus. Dari 96.314 kasus kecelakaan kerja teraebut , sebanyak 87.035 tenaga kerja sembuh total, 4.380 mengalami cacat fungsi, 2.713 cacat sebagian, 42 cacat total, dan 2.144 meninggal dunia.
"Semua pihak harus menyadari bahwa penerapan K3 merupakan hak dasar perlindungan bagi tenaga kerja. Setiap pekerja wajib mendapat perlindungan dari risiko kecelakaan kerja yang terjadi," kata Hotbonar  ,Tujuan dasar dari penerapan K3, menurut dia, untuk mencegah atau mengurangi kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, dan terjadinya kejadian berbahaya lainnya- Dengan berbagai upaya diharapkan kedepan bisa terwujud Indonesia Berbudaya K3.
Untuk itu menurutnya ,  pelaksanaan sistem manajemen keselamatan dan kesehatankerja (K3) merupakan salah satu bentuk perlindungan tenaga kerja. Ini sangat penting karena akan memberikan perlindungan serta mempengaruhi ketenangan bekerja. Selain tentunya memberikan keselamatan dan kesehatan, sehingga bisa meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan tenaga kerja. pemerintah harus terus berupaya menurunkan angka kecelakaan kerja dan penyakit akibat bekerja, salah satunya dengan merealisasikan revitalisasi pengawasan ketenagakerjaan secara menyeluruh.
Fakta saat ini ,walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada pelaksaannya masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya personil pengawasan, sumber daya manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh karena itu, masih diperlukan upaya untuk memberdayakan lembaga-lembaga K3 yang ada di masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan kerjasama dengan mitra sosial guna membantu pelaksanaan pengawasan norma K3 agar terjalan dengan baik.[Leo-bmb]

Imbal Hasil Investasi Jamsostek Pada Tahun 2011 Ditargetkan Rp 11.1 Triliun

JAKARTA - PT Jamsostek (Persero) menetapkan target imbal hasil investasi lebih tinggi dari tahun lalu. Target imbal hasil tahun 2011 ini sebesar Rp11,1 triliun atau setara 12,68 persen dari total investasi. 

Pada awal tahun, seperti dikatakan Direktur Utama PT Jamsostek Hotbonar Sinaga, target imbal hasil Jamsostek tahun ini bakal lebih tinggi dari tahun lalu sebesar 10,6 persen. Sementara itu, target dana investasi hingga akhir tahun dipatok Rp114,3 triliun. 

Direktur Investasi Jamsostek Elvyn G Massasya di Jakarta, belum lama ini menjelaskan, per Mei 2011 dana investasi Jamsostek sudah mencapai Rp104 triliun dengan imbal hasil investasi Rp4,9 triliun atau sekitar 4,71 persen. Akhir tahun 2010, dana investasi Jamsostek mencapai Rp99,12 triliun. 

Untuk memperbesar imbal hasil investasi, Jamsostek mengubah porsi investasi. Elvyn mengatakan, Jamsostek memangkas porsi investasi deposito dari tahun lalul 31 persen menjadi sekitar 28 persen hingga 30 persen. Karena suku bunga deposito yang tidak lagi menarik, di angka sekitar 5-6 persen. 

Sebagai gantinya, Jamsostek memperbesar porsi investasi di instrumen obligasi dari tahun lalu 40 persen menjadi 42 persen hingga 46 persen tahun ini. Jamsostek akan mengalokasikan sekitar 18-22 persen investasi di saham, tidak jauh berbeda dari porsi tahun lalu 22 persen. 

Selain itu, Jamsostek akan mengalokasikan 4-8 persen investasi di reksadana, tak jauh berbeda dari porsi tahun lalu enam persen. Sisanya 1 persen dan 2 persen masing-masing akan masuk ke investasi properti dan penyertaan langsung. 

Hingga akhir tahun porsi investasi tersebut tidak akan bergeser dari kisaran yang elah kami tetapkan, kata Elvyn.Ia optimistis Jamsostek mampu meraih target imbal hasil investasi itu. Pasalnya, dua tahun terakhir Jamsostek bisa mencatatkan imbal hasil investasi dua digit. dalam beberapa tahun ke depan, kata Elvyn, pihaknya yakin peserta Jamsostek akan makin untung. Akan ada beberapa anak usaha di bawah payung Jamsostek Incorporated untuk memenuhi kebutuhan peserta. Diantaranya bergerak di bidang investasi, pangan, properti, kesehatan, tenaga kerja dan service management. [ leo-bmb]

Kamis, 14 Juli 2011

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Lebih Bijak Dibentuk Badan Baru




JAKARTA - Kian berlarutnya pengesahan Rancangan Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (RUU BPJS) semakin menimbulkan kecurigaan pihak pekerja dan buruh. UU BPJS merupakan dasar hukum dalam upaya penggabungan empat perusahaan BUMN dalam satu atap, yakni Jamsostek, Askes, Asabri, dan Taspen. PT Jamsostek (Persero)  sendiri tidak menyepakti peleburan empat lembaga jaminan sosial ini menjadi satu  atau dua badan penyelenggara.
 
Menanggapi hal ini . Direktur Utama Jamsostek, Hotbonar Sinaga kepada media ,di Jakarta, Senin 11 Juli mengatakan ,sepertinya, pemerintah tidak berencana menggabungkan empat BUMN asuransi yang sudah ada,  Namun, Hotbonar menuturkan, jika ada wacana tersebut pemerintah maupun DPR disarankan tidak melakukan peleburan maupun transformasi. "Sebaiknya, biarkan keempat BUMN ini eksis, karena selama ini kinerjanya baik," ujarnya.
Kalau pun, kata dia, pemerintah akan membentuk BPJS baru, sebaiknya menangani sektor informal atau yang tidak berpenghasilan. "Misalnya, memprioritaskan Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat)," tutur Hotbonar.
Langkah tersebut, menurut Hotbonar, bukan merupakan penolakan dibentuknya BPJS oleh pemerintah. "Jamsostek setuju dengan BPJS, tapi lebih baik menjadi badan sendiri," ujarnya
            Kalangan profesional kesehatan, sepakat bahwa RUU Badan Pengamanan Jaringan Sosial (RUU BPJS) harus segera diundangkan untuk menata sistem pelayanan kesehatan yang terpadu dan berkeadilan.
Hal ini diungkapkan Pengamat Kesehatan sekaligus Wakil Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zaenal Abidin Jakarta, Selasa (12/7).
            "Kalau BPJS ini sudah diundangkan, kita sebagai profesional jadi tidak ragu lagi dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada setiap orang yang membutuhkan karena setiap orang punya jaminan kesehatan. Kita juga terhindar dari korupsi karena tak ada lagi alasan seorang dokter yang menahan pasiennya sampai sepuluh hari, padahal dia hanya butuh dirawat sehari," jelasnya.
Selain itu, aksesibilitas masyarakat juga terjamin bahwa dimanapun dia berada, dia akan mendapatkan layanan jaminan kesehatan. "Sakit kan tidak terduga, kalau kita pergi ke Papua, kita bisa juga sakit di sana, BPJS akan membuat kita selalu terlindungi," lanjutnya. [ leo-bmb ]
           

PT Jamsostek ( Persero ) Dorong Pengawasan Pelaksanaan Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja


JAKARTA - Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar , dalam penerapan peraturan K3 , telah melakukan kebijakan tegas dan sosialisasi yang sistematis   “ Kita sudah membuat sistim pengawasan baru, salah satunya adalah mendorong pengawasan di bidang K3. Apabila tidak dilaksanakan bisa kita proses secara hukum, katanya.Menurutnya, ada dua sanksi yang diterapkan terhadap perusahaan yang belum melaksanakan sistim menejemen K3. ada dua sanksi yakni pertama pembinaan kedua proses hukum sesuai dengan UU, ujarnya. 
            Muhaimin menyatakan bahwa pemerintah harus bekerja keras karena belum semua perusahaan terutama perusahaan kelas menengah (perusahaan kecil) itu belum menerapkan K3 secara disiplin.Bukan untuk kepentingan pemerintah, tapi untuk kepentingan karyawan dan perusahaan sendiri. Karena itu harus disosialisaikan dan kita akan menegakkan hukum bagi perusahaan yang belum melaksanakan K3, tegasnya. 
           Direktur Utama PT.Jamsostek ( Persero ) H.Hotbonar Sinaga kepada pers di Jakarta. Belum lama ini . mengatakan untuk mengurangi terjadinya kecelakaan kerja maupun terjadinya sakit akibat kerja maka PT .Jamsoatek ( Persero )  akan selalu berupaya melakukan sosialisasi  Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) , program ini dilakukan bekerjasama dengan Departemaen Tenaga Kerja Dan Transmigrasi (Depnakertrans) diharapkan  dengan kerjasama ini, selain bisa mengurangi tingkat kecelakaan kerja, juga mendorong peningkatan kepesertaan Jamsostek .
            “Kita akan terus perbaiki jaringan komunikasi antara Pemerintah dan Jamsostek, maupun pihak perusahaan dan masyarakat luas sehingga bisa mencapai target maksimal dalam menekan kecelakaan kerja dan meningkatkan kepesertaan Jamsostek, masih banyak perusahaan menganggap K3 sebagai beban operasional. Padahal,perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja ditempat kerja adalah merupakan hak azasi setiap pekerja “ ujarnya. 
Penerapan dan pelaksanaan norma keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan bagian penting dari perlindungan terhadap lingkungan kerja khususnya perlindungan kepada tenaga kerja.perlu disadari bahwa K3 merupakan salah satu hak dasar pekerja terkait dengan aspek kesejahteraan selain dari hak-hak yang lain termasuk perlindungan upah, jaminan sosial, waktu kerja dan berserikat. Untuk itu, kita  mendorong pengawasan pelaksanaan penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) .tambahnya. [ leo-bmb]
 

Rabu, 13 Juli 2011

Perusahaan Wajib Laksanakan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan


JAKARTA - Kewajiban pengusaha untuk mendaftarkan karyawannya menjadi peserta Jamsostek  program jaminan pemeliharaan kesehatan . akan ada peningkatan kualitas pelayanan, hal ini mendapat penegasan  Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhamin Iskandar .kebijakan ini akan disosialisasikan  di tiga kota, yakni di Surabaya, Bandung dan Jakarta dengan diikuti oleh unsur pengusaha, serikat pekerja dan serikat buruh.
Menindak lanjuti kebijakan pemerintah tersebut , Direktur Utama PT Jamsostek H.Hotbonar Sinaga kan memberikan tenggang waktu selama dua tahun kepada  kalangan pengusaha untuk menyelesaikan masalah kepesertaan pelayanan kesehatan bagi pekerjanya dengan pihak ketiga atau asuransi swasta
“Sebagai kompensasinya, PT Jamsostek akan memperluas cakupan layanan di antaranya dalam layanan untuk pengobatan kanker, hemodialisa dan jantung yang selama belum tercakup, karena rendahnya iuran dari peserta program JPK,” kata Hotbonar.
Hotbonar menambahkan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan itu pernah disinggung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono  , meminta agar cakupan dan kualitas layanan kesehatan untuk para pekerja dan buruh dapat ditingkatkan. Kalau saat ini  peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan tercatat sebanyak 2,18 juta orang pekerja dengan tertanggung (anak dan keluarga) menjadi 5,04 juta orang ,maka dengan adanya kebijakan pemerintah mewajibkan perusahaan mendaftarkan karyawannya menjadi peserta Jamsostek ,diharapkan sekitar 9 juta orang pekerja aktif atau sekitar 23 juta orang tertanggung mendapat pelayanan jaminan pemeliharaan kesehatan secara maksimal .
Untuk itu menurut H.Hotbonar ,rencana usul perbaikan PP No.14/1993 tentang Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja, khususnya tentang opting out kepesertaan jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK) sangat positif  karena akan berpengaruh terhadap peningkatan produktifitas perusahaan dan pelayanan kesehatan yang maksimal kepada karyawan. [Leo-bmb]

PT Jamsostek ( Persero ) Tolak Dilebur Jadi Penyelenggara BPJS

JAKARTA- Rencana Pemerintah dan DPR melebur empat BPJS yang ada saat ini menjadi dua BPJS untuk mengimplementasikan UU Nomor 40 Tahun 2004 dinilai berbagai pihak akan merusak sistem jaminan sosial yang sudah berjalan.
 
Menyigapi  hal ini , Direktur Utama PT. Jamsostek  ( Persero ) H.Hotbonar Sinaga, mengatakan ,PT Jamsostek (Persero) menolak untuk dilebur dengan 3 BUMN asuransi lainnya yakni PT Askes, PT Asabri, dan PT Taspen untuk dijadikan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).  "Kami sarankan pada pemerintah maupun DPR untuk tidak dilakukan peleburan maupun transformasi,"  ujarnya di Jakarta Senin 11 /7. Hotbonar meminta pemerintah dan DPR membiarkan keempat BUMN ini untuk eksis, tanpa adanya peleburan seperti yang direncanakan oleh pemerintah dan DPR. " BPJS baru untuk menangani sektor informal dan yang tidak berpenghasilan dengan memprioritaskan Jamkesmas," tambahnya..

                Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Badan Usaha Milik Negara (FSP BUMN) Abdul Latif Algaff mengatakan, konsep RUU BPJS yang dibahas pemerintah dan DPR hanya akan menimbulkan kerusakan sistemik pada pelaksanaan jaminan sosial yang sudah berjalan. Harapan akan adanya peningkatan manfaat program jaminan sosial untuk pekerja swasta/BUMN serta PNS dan TNI Polri dari PT Jamsostek, PT Askes, PT Taspen, dan PT Asabri, terpaksa pupus.
 
Ini dikarenakan keempat BPJS akan dilebur atau ditransformasi menjadi lembaga yang tidak jelas statusnya. Parahnya, hingga saat ini, pemerintah dan DPR tidak bisa menjelaskan akan menjadi seperti apa keempat BPJS tersebut dan kerangka waktu dari proses perubahannya. Tentunya ini akan mendorong tanda tanya besar dari kalangan pekerja, PNS, dan TNI/ Polri terkait keberlangsungan pengelolaan jaminan sosial mereka.
 
Jika diwujudkan, menurut dia, rencana pemerintah tersebut akan menimbulkan ketidakpercayaan dari kalangan pekerja dan pengusaha pada program jaminan sosial tenaga kerja. Pekerja dan pengusaha akan meragukan keamanan dana yang mereka titipkan kepada PT Jamsostek. [ leo-bmb ]
 
 

Senin, 11 Juli 2011

Pro Kontra Pembentukan BPJS Sarat Dengan Kepentingan

JAKARTA - Polemik seputar pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Indonesia belum mencapai titik temu , berbagai komentar dan pandangan menambah riuhnya suasana , target pengesahan Rancangan UU BPJS saat ini sudah memasuki masa injury time. Pengesahan yang direncanakan berakhir pada 9 Juli 2011 itu, diundur menjadi 22 Juli 2011. Anggota Komisi IX DPR, Riekie Diah Pitaloka, menilai molornya pembahasan itu terjadi karena rendahnya komitmen pemerintah salah satunya yaitu koordinasi buruk dari kinerja delapan kementerian di bawah koordinasi Menteri Keuangan Agus Martowardojo.
Sekretaris Jenderal KAJS, Said Iqbal, mengatakan, transformasi empat BUMN tersebut wajib untuk dilakukan karena sudah tertuang dalam UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). "Itu (transformasi) harus dibentuk sebagai badan hukum publik dengan sembilan prinsip penyelenggaraan jaminan sosial menurut pasal 4 UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Oleh karena itu, bagi kita transformasi keempat BUMN tersebut merupakan harga mati yang tidak dapat ditawar lagi baik oleh pemerintah maupun DPR," tutur Iqbal dalam konferensi pers di Gedung YTKI, Jakarta, Minggu (10/7/2011). Ditambahkan Iqbal, transformasi tersebut juga telah sesuai dengan penjelasan umum UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN), yang menyatakan BPJS adalah transformasi dari BPJS yang sekarang sedang berjalan, yakni PT Jamsostek, PT Taspen, PT Asabri, PT Askes.
Selain itu, dalam pasal 52 ayat (2) UU SJSN pun menjelaskan, semua ketentuan yang mengatur mengenai empat BUMN tersebut, harus disesuaikan dengan dengan UU BPJS. "Jadi dengan kata lain, kalau ada beberapa pihak yang mengatakan transformasi keempat BUMN ke BPJS itu sulit dilakukan, itu hanya omong kosong. Berbagai ketentuan yang mengatur tentang empat BUMN itu, secara terang-terangan sudah menyatakan operasional yang jelas," kata Iqbal.
Dewan Pimpinan Wilayah Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Jawa Timur Jazuli Keinginan pemerintah agar Badan Penyelenggara Jaminan Sosial berbentuk badan usaha milik negara (BUMN), bersifat penetapan serta bukan wali amanah, bukan harga mati. Pada pembahasan di bersama di DPR, prinsip yang terbaik bisa diperbaiki bersama. Sebab, pada dasarnya, pemerintah juga mempunyai  itikad baik untuk menyelenggarakan Sistem Jaminan Sosial Nasional. “ Terhadap usulan kita agar BPJS berbentuk wali amanah, bukan BUMN dan bersifat pengaturan, dan bukan harga mati , usulan itu bisa dibicarakan lagi dan sikap pemerintah bisa diperbaiki, tandas Jazuli, yang juga aktivis Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS) Jawa Timur.
Abdul Latif Algaff, Ketua Fsp BUMN  mengatakan , kiranya Pemerintah dan DPR dapat membuka hati dan pikiran agar lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan untuk menentukan arah Jaminan Sosial di Indonesia. Menurutnya , agenda neoliberal sudah jelas dan nyata dalam pembahasan rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Karena sejak lama ada perebutan pengaruh antara Bank Dunia (World Bank), Dana Moneter Internasional (IMF), Bank Pembangunan Asia (ADB), dan lembaga keuangan global lainnya dengan Organisasi Buruh Internasional (ILO).Lembaga keuangan global ini tentu melihat program jaminan sosial sebagai arena permainan mesin finansial. Sedangkan ILO lebih menjalankan program proteksi sosial-ekonomi terhadap pekerja. Lolosnya konsep dua BPJS yang disodorkan Kementerian Keuangan dan dibahas dalam Panitia Kerja (Panja) RUU BPJS DPR memastikan terlibatnya kekuatan neoliberal dalam merumuskan skenario format masa depan jaminan sosial di Indonesia.
 
Mungkin pada saat pembahasan RUU BPJS merupakan saat yang tepat dan sudah lama ditunggu oleh antek-antek neoliberal. Tentunya untuk menghancurkan empat BPJS yang ada saat ini, yakni PT Jamsostek (Persero), PT Taspen (Persero), PT Askes (Persero), dan PT Asabri (Persero).
Implementasi UU SJSN yang seharusnya berpijak pada desain program, perluasan cakupan dan mekanisme pembiayaan justeru berujung pada usaha-usaha delegitimasi sistematis terhadap empat BPJS. Secara cerdas, agen neoliberal ini meracuni kaum sosialis dungu yang tidak paham akar sejarah, ideologi dan konteks jaminan sosial, baik paraktek jaminan sosial di level nasional maupun pertarungan ideologis jaminan sosial di tingkat global.
Bagaimana mungkin penyelenggaraan jaminan sosial akan ditarik dari otoritas negara. Padahal kita mengetahui akar historis jaminan sosial justru, karena faktor kegagalan mekanisme pasar (market failure). Bahkan sistem kapitalisme bisa bertahan karena ditopang oleh sistem jaminan sosial yang dapat melindungi buruh dari eksploitasi kaum pemodal.
Namun, mereka yang ingin melaksanakan SJSN mendesak agar negara bertanggung jawab atas pembiayaan jaminan sosial. Tapi, anehnya mereka menuntut agar negara tidak bertanggung jawab dan melepaskan otoritas dalam penyelenggaraannya.
Bayangkan saja, di negara-negara kampiun neoliberal, seperti Amerika Serikat dan Inggris, penyelenggara jaminan sosial tetap di tangan negara. Karena itu, di semua belahan dunia, jaminan sosial merupakan benteng terakhir dari kedaulatan ekonomi politik suatu bangsa ,tetapi di Indonesia, tampaknya kaum sosialis dungu telah diperdaya kaum neoliberal. Salah satunya, dengan menyediakan proteksi dasar oleh negara melalui cara yang tidak lazim yaitu membongkar empat BPJS ke arah yang tidak jelas. Bahkan, dengan mengabaikan desain program dan pembiayaan yang tidak terjangkau.
Ketika negara telah mengucurkan program jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) - layanan kesehatan gratis bagi masyarakat miskin dan tidak mampu - tapi dinilai salah dan bukan jaminan sosial. Padahal, jaminan sosial itu terdiri dari asuransi sosial dan bantuan sosial, di mana kedua program jaminan sosial ini secara administratif dan finansial dipisahkan.  “ Saya yakin, perubahan bentuk kelembagaan BPJS hanya lah sasaran antara, dan tujuan sejatinya adalah hilangnya otoritas negara dalam jaminan social , bahkan, kalau bisa BUMN penyelenggara jaminan sosial itu bisa lepas dan terkapar kemudian dikuasai asing. Seperti Indosat serta BUMN bidang pertambangan, perbankan, telekomunikasi, perkebunan, dan industri strategis lainnya.’ Ujar Latif .
Latief mengingatkan , agar hati hati terhadap adanya  sponsor dan donator asing dari kekuatan neoliberal yang bertebaran, baik jadi pejabat pemerintah, anggota parlemen, aktivis serikat pekerja, aktivis LSM, intelektual, dan pengusaha.
Regulasi empat BPJS yang sudah berjalan baik dan terbukti unggul terus dikritik dan dibenturkan dengan status badan hukumnya, harus non-BUMN. Bahkan, mereka tidak malu setiap saat berubah pandangannya. Kemarin bilang wali amanat, hari ini badan hukum publik, dan istilah lainnya. Besok seperti bank sentral, lusa seperti lembaga penjamin simpanan (LPS) dan lembaga penjamin ekspor Indonesia (LPEI).
Padahal, di dunia ini hanya dikenal ada dua bentuk BPJS, yaitu lembaga pemerintah/kementerian atau dikelola secara korporasi. Jadi, status badan hukum BUMN justru sangat tepat dan relevan. Ini karena mengakomodasi dua model penyelenggaraan jaminan sosial dan terbukti melayani peserta dengan baik. Selain itu memberi benefit yang bagus kepada peserta, kinerja dan pengelolaan dana yang berkelanjutan, menjalankan praktik tata kelola yang baik (good governance), dan tidak memberatkan anggaran negara.
Apabila RUU BPJS yang saat ini digodok pemerintah dan DPR bermaksud melebur empat BPJS, pasti menimbulkan gejolak dan dampak sistemik yang luar biasa dalam perekonomian nasional. Ini juga akan mengarah pada ketidakpastian dan ketidakpercayaan publik terhadap BPJS.
 
“ Kita akan menyaksikan sebuah tragedi reformasi jaminan sosial yang jauh melenceng, seperti yang diamanatkan konstitusi. Kalau boleh mengutip kata-kata Vladimir Putin, mereka yang mau menghancurkan empat BPJS itu tidak punya hati, dan jika pemerintah dan parlemen mau juga menghabisi empat BPJS berarti tidak punya kepala.
Terkait dengan wacana yang berkembang atas pembahasan SJSN di DPR, Direktur Utama PT.Jamsostek ( Persero ) H.Hotbonar menilai pemerintah hendaknya menyesuaikan skemanya dengan konteks sosial, budaya, ekonomi dan politik yang ada. skema yang sering dikembangkan di suatu negara berkembang adalah mekanisme asuransi sosial dan bantuan sosial untuk memastikan tidak ada satu pendudukpun yang jatuh ke dalam jurang kemiskinan. "Umumnya, kedua mekanisme tersebut dilakukan secara terpisah," kata Hotbonar.
Dia juga mengingatkan bahwa program jaminan sosial merupakan salah satu kebijakan investasi sosial yang memberikan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi yang lebih berpihak pada masyarakat miskin (pro-poor growth) dan berdampak langsung pada pengentasan kemiskinan.
Di sisi lain, jaminan sosial juga memiliki kemampuan yang luar biasa untuk menghancurkan sistem perekonomian suatu negara ketika sistem yang ada menjanjikan perlindungan manfaat yang terlalu besar. Kondisi itu terjadi karena tidak terjadi keberlangsungan (sustainabilitas) yang panjang, sistem tidak fleksibel, pengaturan tidak adil dan saling tumpang tindih.
Oleh karena itu, kata Hotbonar, diperlukan perencanaan yang sangat hati-hati dalam mendisain produk dan manfaat perlindungan, khususnya untuk program-program jangka panjang yang memiliki konsekwensi pendanaan dan kewajiban jangka panjang [leo-bmb]