Kamis, 21 Juli 2011

Konfederasi dan Federasi Serikat Pekerja - Serikat Buruh Indonesia Ancam Cairkan Dana JHT

JAKARTA - Belum adanya persamaan persepsi akan pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) , akhirnya menimbulkan pandangan dan kritikan , walau semua itu bermuara kepada kepentingan rakyat banyak namun dalam proses kristalisasi kebijakan justeru membingungkan banyak pihak. Pendapat dan opinipun bermunculan.
 
Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) , misalnya ,mengatakan pembentukan BPJS bukan hanya disiapkan sebagai sebuah badan yang akan mewajibkan masyarakat membayar iuran bulanan dalam sebuah sistim asuransi, tapi juga sebagai badan konsentrasi aset dan modal yang berasal dari 4 BUMN asuransi PT Jamsostek, PT Asabri, PT ASKES dan PT TASPEN. Juru Bicara Dewan Kesehatan Rakyat, Agung Nugroho menyerukan agar masyarakat dan kaum buruh melawan RUU BPJS, agar tidak jatuh didalam roda pemerasan sistim asuransi.
 
Konfederasi dan Federasi Serikat Pekerja / Serikat Buruh Indonesia , yang terdiri dari KSPSI ,KSBSI , SPN , FSP RTMMSPSI , FSP KEPSPSI , FSP PARSPSI , FSP LEMSPSI , FSP KAHUTINDO ,FSP PPSPSI , FSP NIBASPSI , FSP TI , FSPSIPEWARTA , FSPPKSI , FSPPMI , FSPTKLN, PSPKAHUTINDOSPSI , IFSPFARKES , FSP BUMN, SARBUMUSI  dalam konferensi persnya  menyikapi RUU BPJS , menolak penggabungan empat BUMN yang selama ini menangani Asuransi seperti PT.Jamsostek ,PT.Asabri ,PT Askes , PT.Taspen menjadi satu atau dua Badan Penyelenggara Jaminan Sosial , namun Konfederasi ini menyarankan untuk membentuk Badan Penyelenggara yang baru untuk melayani rakyat miskin. Menurut mereka , apabila DPR dan Pemerintah tidak mempertimbangkan masukan buruh/ pekerja ini ,maka anggotanya  yang mengikuti program Jamsostek mengancam akan mencairkan Dana Jaminan Hari Tua Rp.92 Triliun .
 
Sementara itu, Direktur Umum PT. Jamsostek ( Persero ) H.Hotbonar Sinaga mengatakan, bukan hanya sebagai mesin menghisap uang langsung dari rakyat, tapi BPJS memang disiapkan oleh partai-partai dan Pansus BPJS, merampas uang 450 ribu pekerja yang sudah tertanam puluhan tahun.
 
Menurutnya, DPR memutuskan untuk membentuk sebuah bahan hukum publik yang berbentuk wali amanah, padahal dalam sistim hukum Indonesia tidak ada yang namanya badan tersebut. ”Bentuk itu tidak ada, dalam sistim hukum kita hanya ada perusahaan atau pemerintah yang jelas pertanggung jawabannya. Seharusnya seluruh Jaminan Sosial dijalankan langsung oleh pemerintah sesuai perintah UUD’45. Perusahaan pemerintah menjalankan bisnis asuransi yang pesertanya sukarela,” tegasnya.
 
Selain itu, menurutnya bentuk wali amanah itu manipulatif  karena tidak ada di dalam undang-undang pokoknya Tentang SJSN (Sistim Jaminan Sosial Nasional) No 40/2004. ”Yang ada di undang-undang itu adalah dana amanah. Yaitu dana yang dititipkan untuk kepentingan masyarakat. Koq tiba-tiba dikelola dalam sistim yang tidak jelas pertanggung jawabannya. [ leo-bmb]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar