Kamis, 21 Juli 2011

Empat BUMN Asuransi Tidak Mungkin Dilebur Jadi Penyelenggara BPJS

JAKARTA – Pembahasan Rancangan Undang Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( RUU-BPJS ) masih dalam tahapan pembahasan antara DPR dan Pemerintah akan poin point pokok yang dimasukkan dalam rancangan undang undang BPJS disepakati ada tujuh hal krusial Tujuh hal krusial yang disepakati yakni  definisi tentang BPJS, jumlah BPJS, badan hukum BPJS, organ/struktur BPJS, masa peralihan dan implikasinya, kepesertaan dan iuran,serta sanksi.
                 Pakar jaminan sosial, Prof. Bambang Purwoko menyatakan, empat Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang ada saat ini, yakni PT Askes, PT Asabri, PT Taspen, dan PT Jamsostek, tidak mungkin dilebur. Pasalnya, sumber pendanaan, kepesertaan dan acuan hukum sangat berbeda.
"Oleh karena itu, Panja DPR hendaknya fokus pada pembentukan satu lembaga jaminan sosial untuk masyarakat miskin dan tidak mampu," kata Bambang Purwoko saat berbicara pada Seminar Nasional bertema "Implementasi Sistem Jaminan Sosial Nasional, Rakyat vs Kepentingan Politik", di Hotel Kaisar, Jakarta, Kamis (14/7).
Pembicara lainnya adalah Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofyan Wanandi, Wakil Ketua Panitia Kerja RUU BPJS Surya Chandra Surapaty, dan Ketua Bidang Advokasi dan Hukum Serikat Pekerja Nasional Joko Heryono.
Dia mengatakan, dirinya bukan alergi pada perubahan tetapi juga jangan sekadar perubahan. Diakui, di Asia Tenggara memang terjadi reformasi sistem jaminan sosial, tetapi dengan membuat badan baru, khususnya untuk melayani penduduk miskin dan tidak mampu.
Bambang, Guru Besar Ekonomi Universitas Pancasila itu, mengatakan, pegawai negeri sipil, TNI dan Polri menjadi peserta jaminan sosial (kesehatan dan pensiun) dengan dibiayai oleh pemerintah melalui APBN. "PNS, TNI dan polri juga memiliki masa pensiun yang berbeda dengan pegawai swasta," katanya.
Satu hal yang prinsipil, lanjut dia, adalah adanya jaminan masa kerja di PNS, TNI dan Polri, dibandingkan pegawai swasta yang harus siap diberhentikan jika kontrak habis atau perusahaan bubar.
Keempat BPJS itu juga mengacu pada sejumlah peraturan perundangan yang berbeda sementara UU SJSN tidak mengamanatkan perubahan, amandemen atau revisi peraturan perundangan.
Sumber pendanaan juga sangat berbeda karena PNS, TNI dan polri dibiayai oleh APBN yang diambil dari pajak dan sumber pendapatan lain, sementara pekerja swasta mengiur sendiri untuk mandapatkan perlindungan jaminan sosial. "Pemerintah seharusnya menyisihkan dana bagi PNS, TNI dan polri yang nilainya bisa mencapai Rp 600 triliun untuk dikelola dan dikembangkan, bukan sekadar mengambil dana dari APBN," katanya.
Sementara, pegawai swasta dan pengusaha membayar sendiri iuran untuk mendapat jaminan sosial yang diingankan, di sisi lain mereka juga sudah membayar pajak. Kondisi itu jauh berbeda lagi dengan jaminan layanan kesehatan bagi penduduk miskin dan tak mampu yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah.
Karena itu, dia menyarankan agar pemerintah dan DPR fokus pada pembentukan BPJS khusus masyarakat miskin dan tak mampu dari pada harus menyesuaikan peraturan hukum dan perundangan yang ada dan sibuk mengurus peleburan empat BPJS yang tidak mungkin dilebur.[ leo-bmb ]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar