Jumat, 19 Agustus 2011

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi: DPR dan Pemerintah Agar Berpikir Rasional Dalam Menetapkan Kebijakan Jamsos

JAKARTA – Pro dan kontra pembahasan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) masih terus menggelinding , bahkan secara kasat mata telah merambah kepada politisasi ,  membuat kalangan pengusaha dan pekerja berada dalam ketidakpastian terkait masa depan penyelenggaraan jaminan sosial.
Dalam pembahasan RUU BPJS, yang merupakan petunjuk pelaksana UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), DPR justru terkesan mencari popularitas, sementara pemerintah terlihat enggan mengalokasikan anggaran untuk pembiayaan pelaksanaan program jaminan sosial, khususnya untuk masyarakat miskin dan tidak mampu.
Untuk itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi mengingatkan DPR dan pemerintah agar berpikir rasional dalam menetapkan kebijakan terkait pelaksanaan jaminan sosial, salah satunya melalui RUU BPJS. Ini dikarenakan DPR dan pemerintah justru sibuk mempermasalahkan peleburan atau penggabungan empat BUMN jaminan sosial yang ada saat ini, yakni PT Jamsostek, PT Askes, PT Taspen, dan PT Asabri, padahal sistem dan operasional keempat BUMN itu dalam menyelenggarakan program jaminan sosial selama puluhan tahun sangat berbeda.
DPR dan pemerintah jangan terjebak oleh kebijakan populis, namun tidak bisa diimplementasikan, katanya pada seminar bertajuk Sustainabilitas Pembiayaan dalam Program Jaminan Sosial yang diselenggarakan Asosiasi Asuransi Jaminan Sosial Indonesia (AAJSI) di Jakarta, Kamis (18/8). Tampil juga sebagai pembicara pakar jaminan sosial dan guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Pancasila Bambang Purwoko. Turut hadir pada acara ini jajaran pengurus AAJSI dan serikat pekerja/buruh.
Menurut dia, dalam pembahasan RUU BPJS, pemerintah dan DPR lebih baik membentuk BPJS baru yang melayani masyarakat miskin dan tidak mampu. Untuk tahap awal menyelenggarakan jaminan kesehatan. Apalagi keuangan negara memang tidak akan mampu membiayai pelaksanaan lima program jaminan sosial yang diamanatkan UU SJSN, yakni jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, dan jaminan pensiun. Karena itu, sesuai prioritas dari pelaksanaan UU SJSN, maka pemerintah diamanatkan untuk melaksanakan jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu terlebih dahulu.
Namun sayangnya, perkembangan pembahasan RUU BPJS sudah meluas dan jauh dari substansi. Ini terlihat dengan membahas peleburan empat BUMN penyelenggara jaminan sosial. Padahal tidak ada kaitannya antara peleburan empat BUMN tersebut dengan pelaksanaan program jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu, tutur Sofjan.
Sofjan lantas mengkritik keinginan DPR dan pemerintah yang ingin melebur empat BUMN jaminan sosial yang ada menjadi satu atau dua BPJS. Ini dilakukan biar terkesan program jaminan sosial diberikan untuk semua lapisan masyarakat. Namun, pemerintah tidak ingin menyisihkan dana/mengalokasikan anggaran untuk program jaminan sosial tersebut.[leo-bmb]
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar