Kamis, 09 Juni 2011

Putusan Sela Pengadilan Negeri Agama Jakarta Selatan Terkesan "Akal - Akalan"

JAKARTA - Tidak diterimanya putusan eksepsi kuasa hukum Mursan Binti Nausan dalam perkara nomor 0086/Pdt G/2010/PA.JS. Hingga menyebabkan tidak diterimanya gugatan para penggugat. Sementara, para penggugat melalui kuasa hukumnya mendaftarkan kembali gugatan baru dengan nomor pokok perkara 1694 guna mengurangi sebagian para tergugat.

Padahal seharusnya kuasa hukum penggugat melakukan upaya banding. Namun, para penggugat merasa telah menarik pihak yang tidak terkait sebagai tergugat. Hal itu yang menyebabkan gugatan 0086/pdt.G.2010/PA.JS tidak diterima atau NO. Jika melihat pokok perkara tersebut, semestinya hakim tidak melakukan penetapan sela untuk mengabulkan sita jaminan. Sementara dalam hal penetapan sela boleh dikabulkan dalam permintaan. Jika dalam gugatan pihak penggugat meminta putusan provisionil.

Dalam gugatan para penggugat tidak memohonkan penetapan provisionil. Sita jaminan dan penetapan sela boleh dilakukan apabila sudah sesuai dengan dasar kebenaran dan diuji dan diperiksa dalam fakta-fakta alat bukti, saksi dalam persidangan. Tanpa didukung fakta-fakta yang kongrit, penyitaan tidak boleh dilakukan dengan paksa. Hingga putusan tersebut tidak terkesan akal-akalan belaka.

Nah, apabila dalam sita jaminan tersebut para pihak merasa dirugikan, utamanya para tergugat dalam hal ini mereka dapat mengadukan permasalahannya kepada Komisi Yudicial. Apalagi belakangan ini, Mahkamah Agung tengah melakukan pembenahan terkait carut-marutnya peradilan di indonesia termasuk lembaga Pengadilan Agama. Kata Sekjend Himpunan Praktisi Hukum Muda Indonesia (HPHMI), Adherie Zulfikri Sitompul saat dihubungi melalui telepon sekulernya di Rakernas II KNPI di Ternate, Kamis, (9/06).

Sementara itu, sesuai surat nomor 186/711.1, tertanggal 30 November 2009, terkait hal penjelasan tanah milik adat C.587 yang terletak di jalan Agustus RT.003/RW.07 Kelurahan Pondok Pinang yang menjadi sengketa itu, Lurah Pondok Pinang, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan Cholid Mawardi menjelaskan, bahwa sesuai berdasarkan catatan buku C yang terdapat kantor kelurahan Pondok Pinang, yakni, Kohir C nomor 289 persil 63 Blok S.II seluas, 4.890 m2, pada tahun 1938 Emad Bin Gano tercatat sebagai pemilik tanah adat tersebut.

Kemudian pada tahun-tahun berikutnya terjadi sejumlah perubahan. Misalnya pada tanggal 9 Pebruari 1948 Kohir C nomor 429 persil 63 Blok S.II seluas, 4.890 m2 atas nama wajib pajak, Emad Bin Gano dijual ke C 429 persil 63 Blok S.II atas nama wajib pajak Musa Bin Djama.

Lantas, pada tanggal 31 Desember 1951, Kohir C.429 persil 63 Blok S.II seluas, 4.890 m2 atas nama wajib pajak, Musa Bin Djama dengan luas tersebut dijual ke C.587 persil 63 Blok S.II aras nama wajib pajak, Nausin Bin Emad. Jadi, hingga saat ini lahan tanah tersebut masih tercatat sesuai dalam buku C wajib pajak atas nama Nausin Bin Emad.

Hal yang sama juga diungkapkan Wasekjend Himpunan Praktisi Hukum Muda Indonesia (HPHMI), R.Hasudungan Sihombing, sesuai dasar hukum terkait permasalahan tanah salah satunya melalui akurasi data Leter C di tingkat kelurahan setempat. Sementara dengan beraninya pihak Pengadilan Agama Jakarta Selatan memutuskan perkara ini. Jika hal ini dipaksakan dikuatirkan nanatinya akan terjadi salah kamar.
[BMB/RHS]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar