Minggu, 12 Juni 2011

Dirut PT Jamsostek (Persero) Hotbonar Sinaga: Ingatkan Program Jaminan Sosial Perlu Ditata Dengan Kehati - hatian

JAKARTA - Sejak diundangkannya regulasi Sistem Jaminan Sosial Nasional pada tahun 2004 yakni  Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004, hingga kini belum jelas siapa yang menjadi badan penyelenggara , padahal ,pelaksanaan sistem jaminan sosial secara nasional sudah ditunggu-tunggu masyarakat.
Dirut PT Jamsostek (Persero) Hotbonar Sinaga mengingatkan, Indonesia harus berhati-hati dalam menata program jaminan sosial agar tidak menimbulkan kerugian bagi pekerja, masyarakat, dan pemerintah sebagai penanggung jawab pemenuhan kesejahteraan masyarakat. "Tidak ada satu model jaminan sosial yang cocok untuk diimplementasikan pada semua skema penyelenggaraan jaminan sosial," ujar Hotbonar Sinaga di Jakarta.menurutnya , perkembangan jaminan sosial suatu negara hendaknya disesuaikan dengan perkembangan sejarah program tersebut dan jika diperlukan penataan maka hendaknya mempertimbangkan baik buruk dan manfaatnya bagi semua pihak.
H.Hotbonar mencontohkan, Singapura sejak awal membentuk satu badan bernama The Central Provident Fund (CPF) untuk pelaksanaan jaminan sosial bagi rakyatnya, baik untuk pegawai pemerintah, swasta, maupun masyarakat yang tidak bekerja. CPF melaksanakan semua program jaminan sosial, seperti jaminan kematian, jaminan hari tua, jaminan kecelakaan kerja, jaminan pelayanan kesehatan dan jaminan pensiun.
Tiga negara ASEAN lainnya, seperti Malaysia, Filipina dan Thailand sejak awal memisahkan lembaga penyelenggara sesuai dengan program yang dilaksanakan. Kondisi ini sama dengan di Indonesia, di mana terdapat empat badan penyelenggara (BPJS), yakni PT Jamsostek, PT Taspen, PT Askes dan PT Asabri.
PT Jamsostek adalah penyelenggaran jaminan sosial bagi pekerja swasta, PT Taspen dan PT Askes untuk jaminan pensiun dana jaminan kesehatan pegawai negeri sipil, sedangkan PT Asabri untuk jaminan sosial untuk aparat TNI.
Terkait dengan wacana yang berkembang atas pembahasan SJSN di DPR, Hotbonar menilai pemerintah hendaknya menyesuaikan skemanya dengan konteks sosial, budaya, ekonomi dan politik yang ada.
Skema yang sering dikembangkan di suatu negara berkembang, kata Hotbonar, adalah mekanisme asuransi sosial dan bantuan sosial untuk memastikan tidak ada satu pendudukpun yang jatuh ke dalam jurang kemiskinan. "Umumnya, kedua mekanisme tersebut dilakukan secara terpisah," kata Hotbonar. Untuk itu ia berharap bahwa program jaminan sosial merupakan salah satu kebijakan investasi sosial yang memberikan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi yang lebih berpihak pada masyarakat miskin dan berdampak langsung pada pengentasan kemiskinan.
Untuk itu diperlukan perencanaan yang sangat hati-hati dalam mendisain produk dan manfaat perlindungan, khususnya untuk program-program jangka panjang yang memiliki konsekwensi pendanaan dan kewajiban jangka panjang , dengan sistimyang fleksibel serta pengaturan yang adil dan tidak saling tumpang tindih .[Leo-bmb]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar